Belajar Sejarah itu Penting dan Menyenangkan! [4]

Dr. Muqowim, M. Ag.
Rumah Kearifan (House of Wisdom)

Pembelajaran Sejarah Berbasis Multiple Intelligences
Rasulullah pernah bersabda, “khatibun-nasa-‘ala-qadri-‘uqulihim”, berbicaralah kamu sekalian dengan suatu kaum (audiens) menurut kadar kemampuannya. Dalam konteks pembelajaran, seorang pendidik ketika akan menyampaikan materi pelajaran tidak asal menyampaikan, namun harus terlebih dahulu mengidentifikasi dan mengenali karakteristik peserta didik yang dihadapi. Cara yang akan dipilih seorang pendidik sangat ditentukan oleh keunikan peserta didik (individual difference). Peserta didik dipandang sebagai makhluk Tuhan dengan fitrah yang dimiliki, sebagai makhluk individu dengan segala potensi yang dimiliki, dan sebagai makhluk sosial yang hidup dalam konteks realitas yang majemuk. Karena itu, setiap peserta didik pada dasarnya berbeda, baik dalam hal minat (interest), kemampuan (ability), kesenangan (preference), pengalaman (experience), dan cara belajar (learning style). Peserta didik tertentu mungkin lebih mudah belajar dengan cara mendengar dan membaca, peserta didik lain dengan cara melihat, dan peserta didik yang lain lagi dengan cara melakukan langsung (learning by doing). Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat belajar, dan cara penilaian perlu disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Kegiatan pembelajaran perlu menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar dan mendorong peserta didik untuk mengembangkan segenap bakat dan potensinya secara optimal.

“Setiap peserta didik pada dasarnya berbeda, baik dalam hal minat (interest), kemampuan (ability), kesenangan (preference), pengalaman (experience), dan cara belajar (learning style).”

Dr. Muqowim, M. Ag.

Setiap anak pada dasarnya mempunyai cara belajar sendiri yang berbeda dengan anak lain. Karena itu, kegiatan pembelajaran perlu mempertimbangkan karakter belajar ini. Secara umum, cara belajar anak dapat dikategorikan ke dalam empat hal, yakni cara belajar somatik, auditif, visual, dan intelektual. Cara belajar somatik adalah pola pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek gerak tubuh atau melakukan secara langsung. Anak akan cepat belajar jika sambil mempraktekkan. Cara belajar auditif adalah cara belajar yang lebih menekankan pada aspek pendengaran. Anak akan cepat belajar jika materi disampaikan dengan ceramah atau alat yang dapat didengar. Cara belajar visual adalah cara belajar yang lebih menekankan pada aspek penglihatan. Anak akan cepat menangkap materi pelajaran jika disampaikan dengan tulisan atau melalui gambar. Akhirnya, cara belajar intelektual adalah cara belajar yang lebih menekankan pada aspek penalaran atau logika. Anak akan cepat menangkap materi jika pembelajaran dirancang dengan menekankan pada aspek mencari solusi pemecahan.

Di sisi lain, menurut penelitian mutakhir, setiap anak pada dasarnya mempunyai banyak kecerdasan yang dapat dioptimalkan melalui kegiatan pembelajaran. Kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan linguistik, logis-matematis, spasial, musikal, kinestetis-jasmani, interpersonal, intrapersonal, natural, dan eksistensial. Kecerdasan linguistik adalah kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan (misalnya pendongeng, orator, atau politisi) maupun tertulis (misalnya sastrawan, penulis drama, editor, dan wartawan). Kecerdasan matematis-logis adalah kemampuan menggunakan angka dengan baik (misalnya ahli matematika, akuntan, ahli statistik) dan melakukan penalaran yang benar (misalnya sebagai ilmuwan, pemrogram komputer, dan ahli logika). Proses yang digunakan dalam kecerdasan ini antara lain membuat kategorisasi, klasifikasi, pengambilan keputusan, generalisasi, penghitungan, dan pengujian hipotesis.

Kecerdasan spasial adalah kemampuan mempersepsi dunia spasial-visual secara akurat (misalnya sebagai pramuka, pemandu, dan pemburu) dan mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut (misalnya dekorator, desainer interior, arsitek, dan seniman). Kecerdasan ini meliputi kemampuan membayangkan, mempresentasikan ide secara visual atau spasial, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam matriks spasial. Kecerdasan kinestetis-jasmani adalah keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan (misalnya sebagai aktor, pemain pantomim, atlet, atau penari) dan keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu (misalnya pengrajin, pemahat, ahli mekanik, atau dokter bedah). Kecerdasan musikal adalah kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal dengan cara mempersepsi (misalnya sebagai penikmat musik), membedakan (misalnya kritikus musik), menggubah (misalnya komposer), dan mengekspresikan (misalnya penyanyi).

Kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, gerak isyarat, kemampuan membedakan berbagai macam tanda impersonal, dan kemampuan menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan pragmatis tertentu. Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri secara akurat (kekuatan dan keterbatasan diri), kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, temperamen, dan keinginan. Sedangkan kecerdasan naturalis adalah  keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies, baik flora maupun fauna, di lingkungan sekitar. Dengan delapan jenis kecerdasan tersebut, proses pembelajaran hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan setiap potensi kecerdasan yang dimiliki siswa tersebut berkembang dengan baik. Sementara itu, kecerdasan eksistensial terkait dengan kemampuan memaknai segala sesuatu dan mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Jenis kecerdasan ini lebih menekankan aspek yang tersirat ketimbang yang tersurat. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh filosof dan ahli agama. Dalam kegiatan pembelajaran sejarah gaya belajar (learning style) dan kecerdasan majemuk (multiple intelligences) tersebut menjadi pertimbangan dalam mengelola desain kelas. Sebagai sebuah contoh, dalam materi hijrah, anak diminta untuk mempraktekkan cara berpindah dari satu tempat ke tempat lain secara fisikal (model belajar somatik dan kecerdasan kinestetis-jasmani), menjelaskan makna hijrah secara bahasa dan istilah di depan kelas (kecerdasan linguistik), menunjukkan waktu Rasulullah hijrah dan penyebab hijrah Nabi (cara belajar intelektual dan kecerdasan logis-matematis), menggambar rute perjalanan hijrah Nabi (cara belajar visual dan kecerdasan spasial), mendiskusikan berbagai akibat Nabi hijrah bersama teman-temannya di kelas (kecerdasan interpersonal), menuliskan pengalaman atau perasaan pribadi ketika melakukan hijrah dari satu kondisi ke kondisi yang lain (kecerdasan intrapersonal), menunjukkan jenis-jenis hijrah yang terjadi di alam sekitar (kecerdasan natural), dan mengambil makna dari peristiwa hijrah Nabi untuk kepentingan hidup sehari-hari (kecerdasan eksistensial). Selain itu, peserta didik juga dapat diminta menggubah sebuah lagu yang bertemakan hijrah dengan mengganti lirik lagu yang mereka paling sukai (kecerdasan ritmik).

Lanjutkan membaca “Penutup (Closing)

About Muqowim

Pembina Rumah Kearifan (House of Wisdom). Accredited Trainer LVE. Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

View all posts by Muqowim →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *