Hidup Tanggung Jawab Kita Sendiri

Dr. Muqowim, M. Ag.
Rumah Kearifan (House of Wisdom)
Hidup tergantung pribadi masing-masing. Setiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri, tidak bergantung atau mengandalkan orang lain. Setiap orang sudah diberi karunia oleh Allah kekuatan untuk mampu mengatasi setiap tantangan dan permasalahan yang dihadapi. Allah tidak akan memberikan beban [masalah] di luar batas kemampuan hamba-Nya. Artinya, setiap persoalan dan tantangan yang kita hadapi sebenarnya kita mampu mengatasinya. Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan, “Bukanlah disebut pemuda yang mengatakan, “Ini lho Bapakku!, tapi yang disebut pemuda adalah yang mengatakan, “Inilah Aku!”. Ungkapan Ali ini untuk mengingatkan pentingnya menjadi diri sendiri, tidak mengandalkan orang lain seperti keluarga, kelompok, organisasi, keturunan atau status sosial.

Ada sebuah renungan tentang perbedaan antara orang gagal dan orang sukses. Orang gagal ketika mengalami kegagalan selalu mencari seribu satu alasan di luar dirinya, sedangkan orang sukses ketika mengalami kegagalan hanya punya satu alasan, yaitu TIDAK ADA ALASAN. Penyebab utama dari kegagalan adalah ketidakmampuan diri kita sendiri, bukan orang lain. Boleh jadi kita belum menemukan jalan yang tepat, atau kita sedang dididik langsung oleh Allah dengan kurikulum “hadap masalah” sebagaimana pemikiran Paulo Freire tentang “problem posing”, pendidikan hadap masalah. Jika kita mampu melihat kegagalan dari sisi positif boleh jadi hal tersebut merupakan uji karakter dari Allah untuk lebih memantaskan diri menjadi diri lebih baik.

Jika kita mampu melihat kegagalan dari sisi positif boleh jadi hal tersebut merupakan uji karakter dari Allah untuk lebih memantaskan diri menjadi diri lebih baik.

Dr. Muqowim, M. Ag.

Karena itu, orang yang berhasil bukan berarti orang yang tidak pernah mengalami kegagalan, namun orang yang mampu mengambil pelajaran dari setiap kegagalan yang dialami. Setiap momen peristiwa pada hakikatnya bersifat netral, yang tidak netral adalah cara kita melihat. Jika kita melihat momen tersebut dengan kacamata positif, maka akan berdampak positif bagi kita di masa depan. Sebaliknya, jika kita melihat momen tersebut dari sudut pandang negatif, maka akan berdampak negatif juga di masa depan kita. Semua tergantung pada mindset kita masing-masing. Karena itu, memaknai dan merefleksikan setiap momen yang kita lewati secara positif menjadi salah satu kunci keberhasilan menghadapi setiap tantangan dan permasalahan yang selalu baru dan berubah.

Untuk menjadi diri yang lebih bertanggung jawab, cobalah mengingat tiga momen di mana kita pernah menjadi diri yang bertanggung jawab. Renungkan momen tersebut terkait waktu, tempat, proses dan hasil ketika kita menjadi orang yang bertanggung jawab. Renungkan apa perbedaan masing-masing dari
tiga momen tersebut! Apa yang dapat kita lakukan saat ini dan kedepan untuk menghidupkan kualitas tanggung jawab tersebut dalam kehidupan sehari-hari, baik secara personal maupun secara institusional, tergantung profesi kita masing-masing. Apa yang kita rasakan ketika menjadi diri yang bartanggung jawab? Jika setiap orang di sekitar kita mempunyai kualitas ini apa yang akan terjadi? Berbagai pertanyaan reflektif ini dapat kita jadikan sebagai self-reminder agar kita selalu menjadi diri yang lebih bertanggung jawab.

Salah satu kompetensi transformatif (transformative competence) yang ditawarkan dalam Schools of the Future adalah menjadi diri yang bertanggung jawab. Ada dua indikator dari kompetensi ini yaitu mempunyai kematangan moral (moral maturity) dan kematangan intelektual (intellectual maturity). Kematangan moral artinya apa yang kita lakukan dapat dipertanggungjawabkan secara etika di hadapan sesam manusia dan Allah. Sementara itu, kematangan intelektual terkait dengan yang academic reasoning bahwa yang kita lakukan didukung dengan data dan fakta, tidak asal berbicara apalagi berdasarkan hoax atau fake news. Karena itu, kita perlu banyak membaca agar mempunyai big data yang diperoleh dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam tradisi ilmiah, setiap menyampaikan gagasan melalui tulisan perlu disertai dengan rujukan yang antara lain tampak dari catatan kaki atau daftar pustaka. Hal ini agar semua isi tulisan dapat dipertanggungjawabkan.

About Muqowim

Pembina Rumah Kearifan (House of Wisdom). Accredited Trainer LVE. Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

View all posts by Muqowim →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *