Dr. Muqowim, M. Ag.
Rumah Kearifan (House of Wisdom)
Siklus Pengembangan Teori
Sebelum kita membahas tentang siklus pengembangan teori ada baiknya kita memahami tentang makna teori itu sendiri. Menurut John W. Creswell, yang dimaksud teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Setidaknya ada tiga fungsi dari sebuah teori yaitu mendeskripsikan, menjelaskan, dan memprediksi. Teori dapat digunakan untuk mendeskripsikan sebuah peristiwa yang terjadi di sekitar kita terutama yang keluar dari kebiasaan. Kadang masyarakat bertanya-tanya tentang sebuah peristiwa sehingga ilmuwan dapat menjelaskan sesuai dengan teori yang dikuasai, tentu saja ilmuwan yang relevan dengan peristiwa tersebut. Teori juga dapat menjelaskan sebuah kasus yang kelihatan rumit menurut publik. Dengan menggunakan teori, kerumitan sebuah kejadian dapat dijelaskan dan diuraikan. Sementara itu, fungsi prediksi dari teori digunakan untuk memperkirakan hasil akhir dari serentetan peristiwa yang telah terjadi saat ini atau sebelumnya. Yang perlu kita catat, sebaik apa pun teori bersifat relatif, dapat difalsifikasi menurut Karl R. Popper.
Paling tidak ada tiga unsur dalam teori, yaitu concept (konsep), scope (lingkup), dan relationship (hubungan). Yang dimaksud konsep adalah sebuah ide (gagasan) yang diekspresikan melalui simbol atau kata. Konsep dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu simbol dan definisi. Konsep dalam ilmu alam dan ilmu sosial berbeda dalam hal ekspresinya. Dalam ilmu alam konsep diwujdukan melalui simbol tertentu seperti ”∞” yang berarti “tak terhingga” dan ”m” yang berarti masa. Sementara itu, dalam ilmu sosial konsep diekspresikan dengan kata sebab kata hakikatnya juga merupakan simbol. Lingkup (scope) sebagai elemen kedua dari teori dapat berupa konsep abstrak dan konsep konkret. Konsep yang bersifat abstrak dapat digunakan untuk menjekaskan lingkup lebih luas daripada konsep yang bersifat konkret. Sebagai contoh, karakter anak dipengaruhi oleh lingkungan keseharian yang paling dekat. Konsep ini dapat diterapkan untuk mengkaji dan menjelaskan pengaruh kebiasaan tiap keluarga dan masyarakat terhadap anak. Sementara itu, kebiasaan keluarga di perkotaan tidak dapat digunakan untuk menjelaskan kebiasaan keluarga di pedesaan.
Elemen ketiga dari teori, yakni relationship, menjelaskan bahwa teori merupakan sebuah relasi antar konsep atau dengan kata lain, teori merupakan perwujudan tentang bagaimana berbagai konsep saling berhubungan. Hubungan ini dapat bersifat kausalitas, pernyataan sebab-akibat (causal statement) atau disebut proposisi. Proposisi merupakan pernyataan teoritis yang menjelaskan hubungan antara dua variabel atau lebih. Proposisi juga dapat menjelaskan kepada kita tentang bagaimana variasi dalam satu konsep dipertangggungjawabkan oleh variasi dalam konsep yang lain. Konsep tentang pendidik berkorelasi dengan konsep tentang proses pembelajaran dan konsep tentang kualitas peserta didik. Konsep tentang kualitas peserta didik juga berkorelasi dengan konsep lain seperti konsep tentang minat, motivasi, prestasi, dan kecerdasan.
Dalam konteks pendidikan (pembelajaran), teori seharusnya berkembang secara dinamis sebab subyek utama pendidikan adalah manusia. Manusia mempunyai keunikan dan kontekstual. Karena itu, kita juga harus melihat manusia secara kontekstual. Cara yang kita gunakan untuk mengkaji atau yang disebut dengan metodologi penelitian tentang manusia seharusnya variatif. Karena tantangan dan permasalahan dalam pendidikan selalu berubah berkembang, maka cara mengatasi masalah tersebut otomatis juga perlu berubah dan berkembang. Hasil kajian tentang manusia dan pendidikan menghasilkan sebuah tesis. Tesis ini akan memunculkan antitesis. Antara tesis dan intitesis akan menghasilkan sintesis. Munculnya sintesis tersebut akan menjadi tesis baru dan akan menimbulkan antitesis berikutnya dan gabungan tesis dan antitesis baru tersebut akan menghasilkan sintesis baru. Beginilah proses ilmu pengetahuan berkembang. yang diperlukan hanyalah sikap terbuka dan siap untuk belajar, tumbuh dan berubah. Bukankah kita telah diingatkan oleh Thomas S. Kuhn dalam karyanya The Structure of Scientific Revolution? Dinamika keilmuan ini terjadi jika tradisi penelitian dilakukan. Dengan logika ini, teori tentang pendidikan pasti berkembang dinamis. Menurut Kuhn, ilmu pengetahuan revolusioner (revolutionary sciences) lahir karena untuk mengatasi dan menjawab persoalan yang ada. Kehadiran ilmu pengetahuan yang awalnya revolusioner ini pada akhirnya menjadi ilmu yang biasa (normal sciences) karena sudah diterapkan di mana-mana. Pada kurun selanjutnya ilmu ini boleh jadi akan muncul anomali, artinya tidak sepenuhnya tepat digunakan untuk memecahkan sebuah persoalan karena tantangannya memang sudah berubah. Bahkan, boleh jadi ilmu tersebut bukan saja terdapat anomali namun sudah mengalami krisis sebab sudah tidak relevan sama sekali dengan kondisi yang ada. Hal ini memerlukan ilmu pengetahuan baru yang lebih revolusioner. Dalam pandangan Fazlur Rahman, sikap terbuka, obyektif dan kritis dari ilmuwan harus selalu dimiliki sebagai pendorong terjadinya kemajuan ilmu pengetahuan. Rahman menyebut hal ini sebagai pemikiran filosofis dari ilmuwan muslim.[1] Tanpa sikap tersebut, tidak ada kegiatan riset dan kajian tentang ilmu pengetahuan, sebab pendorong utama berkembangnya ilmu adalah adanya kegelisahan akademik (sense of curiosity) dalam diri ilmuwan dalam mencermati setiap persoalan.[2]
“Manusia mempunyai keunikan dan kontekstual.”
Dr. Muqowim, M. Ag.
[1] Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition, (Chicago: University of Chicago Press, 1982), 157-158. Lihat juga M. Amin Abdullah, “Kajian Ilmu Kalam,” dalam Komaruddin Hidayat dan Hendro Prasetyo (ed.), Problem dan Prospek IAIN: Antologi Pendidikan Tinggi Islam (Jakarta: Ditbinperta, 2000), 223.
[2] Iqbal menyebut kegelisahan intelektual ini sebagai the principle of movement sebagai inti dinamika Islam. Prinsip tersebut sama dengan konsep ijtihad yang intinya optimalisasi fungsi akal untuk berpikir dan memecahkan persoalan dengan perspektif Islam secara maksimal. Lihat M. Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam, (Lahore: Sh. Muhammad Ashraf, 1965), khususnya pada Bab “The Principle of Movement.”.
Melanjutkan membaca “Teori Pembelajaran Harus Dinamis!“