Kurikulum Merdeka di TK Eksperimental Mangunan

Pemberlakuan Kurikulum Merdeka (KURMER) di sekolah [madrasah] menjadi “hot issue” akhir-akhir ini. Sebagian praktisi pendidikan menyambut KURMER tersebut dengan senang hati dan penuh keceriaan, sebab kurikulum ini dianggap mengembalikan spirit pendidikan. Namun, bagi sebagian yang lain menyambut kurikulum baru ini dengan setengah hati, gamang, bahkan, penuh tanda tanya besar, sebab dianggap sebagai “terobosan politik” biar dianggap ada kebijakan yang baru. Terlepas dari pro dan kontra terhadap kurikulum tersebut, hadirnya KURMER dapat dijadikan momentum penting untuk merenungkan kembali tentang berbagai hal yang terkait dengan dunia pendidikan seperti hakikat manusia, filosofi pendidikan, dan hakikat kurikulum [merdeka].

Berkaitan dengan pemikiran di atas, program DIKSI KITA (Diskusi Kritis, Santai dan Inspiratif untuk Kearifan Semesta) Edisi Spesial Rumah Kearifan membahas tema tentang makna KURMER bagi praktisi pendidikan. Kali ini DIKSI KITA menghadirkan praktisi Pendidikan dari TK Eksperimental Mangunan di bawah Yayasan Dinamika Edukasi Dasar (DED) yang didirikan oleh Romo Mangun Wijaya, yaitu Suster Fransisca Mbawo, atau lebih sering disapa Suster Ika, sebagai Kepala Sekolah dan Ibu Gita, sebagai salah seorang guru yang juga pernah menjadi Kepala Sekolah. Obrolan santai ini dipandu langsung oleh Bapak Dr. Muqowim dan Ibu Ziadatul Husnah, masing-masing sebagai Founder dan Direktur Rumah Kearifan. Kegiatan ini dilakukan di TK Eksperimental Mangunan pada bulan Mei 2023 lalu.

Berdasarkan obrolan santai tersebut, ada beberapa poin yang dapat diambil. Pertama, KURMER perlu dilihat secara positif sebagai salah satu kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan dalam menghadapi tantangan dan persoalan kehidupan yang berkembang dengan cepat. Secara filosofis kurikulum baru ini pada hakikatnya mengingatkan semua pihak, terutama praktisi pendidikan, tentang makna pendidikan sebagai proses memanusiakan setiap peserta didik. Pendidikan seharusnya diarahkan untuk menghargai dan mengoptimalkan setiap potensi kemanusiaan peserta didik, melindungi mereka dari berbagai hal yang dapat mengurangi atau menghilangkan setiap potensi yang dimiliki, dan memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini pada dasarnya sejalan dengan hak asasi manusia dalam Pendidikan. Hanya saja, pada dataran praksis, pendidikan belum sepenuhnya mengarah ke sana.

Poin kedua yang dapat diambil dari obrolan di atas adalah bahwa, bagi TK Eksperimental Mangunan, jauh sebelum pemberlakuan KURMER tersebut, sekolah ini sudah menerapkan merdeka belajar dan kurikulum merdeka. Hal ini sejalan dengan gagasan Romo Mangun agar menghargai setiap potensi peserta didik yang sangat berbeda antara satu individu dengan yang lain. Karena itu, upaya penyeragaman perlakuan terhadap anak, one size fits for all, sama sekali tidak tepat. Kurikulum seharusnya dibuat didasarkan pada kebutuhan setiap peserta didik. Selain itu, orientasi pendidikan hendaknya lebih membiasakan anak untuk menjadi dirinya sendiri yang otentik. Setiap anak harus dibiasakan mandiri dan mampu mengatasi setiap persoalan yang dihadapi sekaligus aktif menawarkan solusi alternatif terhadap persoalan dan tantangan yang ada di sekitarnya. Hal ini sejalan dengan indikator Profil Pelajar Pancasila.

Poin berikutnya dari obrolan di atas adalah terkait dengan nilai-nilai Pancasila. Sebagai sebuah kesepakatan bersama para pendiri bangsa, Pancasila harus dirawat, dijaga, dan diimplementasikan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai Pancasila tidak boleh hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, namun harus dirasakan dalam hati dan diamalkan dalam kehidupan nyata. Jika hal ini dapat dilakukan, maka Pancasila akan membahagiakan seluruh warga negara sebab setiap orang merasa nyaman hidup di Indonesia. Hanya saja, pada praktiknya, nilai-nilai Pancasila sebatas dihafalkan secara kognitif sehingga kurang membumi. Untuk itu, di antara tugas utama pendidikan di Indonesia adalah menghidupkan nilai-nilai Pancasila kepada setiap peserta didik. Karena itu, kehadiran KURMER pada dasarnya untuk mengingatkan makna penting Pancasila sebagai dasar negara yang dihidupkan dalam kehidupan nyata.

Hal terpenting yang perlu dilakukan untuk menerapkan KURMER adalah perubahan mindset guru, sebab merekalah yang menjadi ujung tombak keberhasilan penerapan kurikulum tersebut. Sejauh ini perubahan struktur kurikulum belum diimbangi dengan perubahan kultur berpikir (perubahan mindset), akibatnya, meskipun ada beberapa kali pergantian kurikululm belum menjamin adanya perbaikan dunia pendidikan di Indonesia. Karena itu, momentum kurikulum baru ini harus dibarengi dengan perubahan paradigma guru tentang hakikat pendidikan, hakikat manusia dan esensi kurikulum. Jika beberapa hal ini dipahami, maka kurikulum baru ini akan membawa perubahan yang mendasar dalam praktik pendidikan. Dengan demikian, hadirnya kurikulum baru benar-benar akan memansiakan setiap orang, tidak sekedar peruhan format administrasi secara formal yang seringkali dilakukan dengan copy-paste.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *