Melangkahlah dengan Cinta!

Dr. Muqowim, M. Ag.
Rumah Kearifan (House of Wisdom)
Kita sering mendengar dan menggunakan kata cinta (love) dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin di antara kita setiap hari mengatakan cinta kepada orang terdekat. Kita juga mungkin sering mengungkapkan kata ini dikaitkan dengan lembaga seperti cinta sekolah, cinta negara, dan cinta lembaga tempat kita mengabdi. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan cinta? Salah satu definisi cinta yang patut kita renungkan adalah “love is pleasure in giving”, cinta adalah kesenangan untuk [selalu] memberi. Berdasarkan makna tersebut, orang yang punya cinta seharusnya lebih berorientasi untuk memberikan yang terbaik kepada orang lain. Jika pengertian tersebut kita pahami secara luas, maka cinta dapat diartikan dengan senang memaafkan (forgiving), peduli (caring), berbagi (sharing), dan mengabdi (serving).

Pemberian tidak terbatas pada hal yang bersifat materi tapi juga non-materi. Secara material, pemberian dapat berupa uang, jabatan, perhiasan, atau hadiah, sedangkan bentuk pemberian secara non-material antara lain waktu, tenaga, pikiran, dan nilai-nilai positif yang kita miliki seperti perhatian, kebahagiaan, kedamaian, dan dukungan. Yang perlu digarisbawahi, semua bentuk pemberian tersebut seharusnya dilakukan secara tulus, tanpa pamrih, bukan karena modus, ada motivasi lain di balik pemberian. Jika pemberian yang kita lakukan karena ada maksud tertentu maka disebut “conditional love”, cinta bersyarat. Cinta model ini mengharap adanya feedback dari pihak yang diberi. Jika feedback tersebut tidak diperoleh maka muncul kekecewaan, kemarahan, balas dendam, dan antipati. Orientasi cinta seharusnya pada “apa yang dapat saya berikan”, bukan “apa yang dapat saya peroleh”.

Dalam konteks tujuan hidup, untuk mewujudkan tujuan tersebut kita lakukan dengan penuh cinta, melangkah dengan penuh kegembiraan, kebahagiaan dan keceriaan. Kita melangkah penuh dengan gelombang alfa, bukan beta. Di antara ciri gelombang alfa adalah ketika kita dalam kondisi rileks, meditatif dan mindfulness. Hormon yang dominan dalam kondisi ini adalah endorfin dan serotonin yang membuat kita lebih tenang, nyaman dan bahagia. Sementara itu, gelombang beta adalah ketika kita dalam keadaan berpikir, rasional, dan problem solving. Hormon yang dominan pada saat ini adalah kortisol dan norepinefrin yang menyebabkan cemas, khawatir, marah dan stres. Dalam keadaan bahagia, kita melangkah dengan ringan dan keajaiban sering terjadi. Dalam kondisi seperti ini novel setebal 300 halaman dapat kita baca hitungan semalam, sedangkan dalam kondisi penuh tekanan kita belum tentu dapat membaca 10 halaman.

Ketika kita melangkah dengan penuh cinta, sesuatu yang tidak mungkin secara rasional menjadi sangat mungkin dilakukan. Sesuatu yang tampak berat menjadi ringan. Sesuatu yang tampak sulit menjadi mudah. Dihadapkan pada tantangan atau permasalahan, kita mudah mencari alternatif, melihat dengan tenang dan jernih dari sudut pandang berbeda. Kita tidak mudah putus asa dan patah semangat. Dalam situasi ini kita mempunyai resiliensi tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan langkah yang kita lakukan dengan penuh keterpaksaan, kecemasan, kekhawatiran, dan pesimisme. Sesuatu yang mungkin menjadi tindak mungkin, yang ringan menjadi berat dan yang mudah menjadi sulit. Ketika menghadap kegagalan kita mudah kecewa, marah, dan “mutungan”. Dalam situasi seperti ini kita mengalami kuldesak, no way out. Masa depan seakan menjadi gelap, “madesul”, masa depan sulit, bukan “madecer”, masa depan cerah.

Langkah yang dilakukan dengan sepenuh hati mendatangkan kebahagiaan, secara lahir dan batin terlibat, ada engagement. Mungkin kita ingat sebuah ungkapan “love what you do and do what you love”, cintai yang kamu lakukan dan lakukan yang kamu cintai. Langkah yang disertai kualitas cinta dapat mendatangkan keajaiban (miracle). Mengapa muncul keajaiban? Sebab, dalam situasi seperti ini, kita lebih banyak mengeluarkan energi positif. Di sini berlaku law of attraction, hukum tarik-menarik, semakin banyak kita memberi semakin banyak hal yang akan kita terima. The more we give the more we receive. Sebaliknya, the more we take, the more we release. Semakin banyak kita mengambil, apalagi dengan cara yang tidak dibenarkan, maka semakin banyak kita akan melepaskan apa yang kita miliki. Boleh jadi, apa yang ada dalam diri semakin berkurang atau hilang dengan cara yang tidak kita duga.

Dengan formula tersebut, jika kita menginginkan terjadinya banyak keajaiban dalam diri kita, maka kita harus lebih banyak memberi. Jika tujuan hidup, cita-cita dan target yang kita buat ingin segera terwujud, maka kita perlu lebih banyak memberi. Ada sebuah kisah, seseorang yang hari itu ditakdirkan akan mendapatkan musibah di tengah perjalanan, sebelum berangkat dia melakukan pemberian kepada orang yang membutuhkan (bersedekah), Allah menghilangkan musibah tersebut, dia selamat selama perjalanan. Hal ini dapat kita analogkan dengan perjalanan kita untuk mewujudkan tujuan hidup, boleh jadi, secara rasional, terbayang dalam diri kita banyak hambatan, tantangan, dan masalah yang akan dihadapi. Untuk mengatasi hal tersebut, sebelum melangkah seharusnya kita harus lebih banyak memberi. Jika hal ini kita lakukan, insyaallah, semua hal yang menjadi penghalang tujuan kita akan disingkirkan oleh Allah sebab Dia-lah Sang Pemilik Masa Depan. Karena itu, yuk, mewujudkan tujuan hidup kita dengan penuh cinta!

About Muqowim

Pembina Rumah Kearifan (House of Wisdom). Accredited Trainer LVE. Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

View all posts by Muqowim →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *