Mimpi Pendidikan OECD 2030 dan Membumikan Nilai Rahmatan Lil-‘Alamin dalam Pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah (MI) [7]

Dr. Muqowim, M. Ag.
Rumah Kearifan (House of Wisdom)

Paradigma Integrasi di Madrasah
Dalai Lama pernah mengatakan, “perhatikan yang kamu pikirkan karena akan menjadi yang kamu katakan, perhatikan yang kamu katakan karena akan menjadi yang kamu lakukan, perhatikan yang kamu lakukan karena akan menjadi kebiasaan kamu, perhatikan kebiasaan kamu karena akan menjadi karakter kamu, dan perhatikan karakter kamu karena akan menjadi nasib kamu”. Kata bijak ini mengingatkan kita bahwa nasib yang kita alami saat ini hakikatnya adalah buah dari masa lalu kita yang tercermin dari pikiran, ucapan, tindakan, kebiasaan dan karakter kita. Dengan kata lain, nasib kita di masa yang akan datang pun merupakan konsekuensi dari apa yang kita pikirkan, kita katakan, kita lakukan, kita biasakan, dan karakter kita saat ini. Karena itu, kunci perubahan nasib ada di pikiran kita. Tulisan ini lebih menyoroti ucapan, tindakan dan kebiasaan yang merupakan wujud dari ekspresi berbahasa dalam realitas sosial kita, sebab hakikat berbahasa adalah berkomunikasi interpersonal secara efektif.

“Ucapan, tindakan dan kebiasaan yang merupakan wujud dari ekspresi berbahasa dalam realitas sosial kita, sebab hakikat berbahasa adalah berkomunikasi interpersonal secara efektif.”

Dr. Muqowim, M. Ag.

Jika kita cermati, kegelisahan Presiden Jokowi tentang maraknya penggunaan medsos negatif, maka kita mendapatkan gambaran tentang profil pikiran para pengguna medsos yang cenderung negatif. Mengapa demikian? Sebab, pikiran yang positif akan melahirkan ungkapan berbahasa yang positif baik melalui bahasa lisan, bahasa tulisan, maupun bahasa tubuh. Sebaliknya, pikiran yang negatif melahirkan bahasa yang negatif juga baik secara lisan, tertulis maupun ekspresi tubuh. Hal ini menyadarkan kita tentang pentingnya mengembalikan kebiasaan berbahasa yang positif juga. Hal ini dimulai dari mengisi pikiran kita dengan hal-hal yang positif. Ingat GIGO, garbage in garbage out, apa yang masuk [di otak kita] itulah yang keluar. Kalau yang masuk di pikiran kita positif maka yang keluar pasti positif, sebaliknya, kalau yang masuk ke pikiran kita negatif maka yang keluar pasti juga negatif. Lalu, bagaimana memulai?

Pembiasaan bahasa positif perlu mulai dilakukan melalui pendidikan terutama pada pendidikan dasar (MI). Paling tidak, empat keterampilan berbahasa harus diisi dengan hal-hal yang positif, yakni mendengar (listening skills), membaca (reading skills), menulis (writing skills), danberbicara (speaking skills). Anak-anak perlu dibiasakan mendengarkan hal-hal yang positif. Hal ini dapat dilakukan melalui lagu, percakapan, nasihat, film, dan sebagainya. Anak-anak perlu dibiasakan membaca hal-hal yang positif seperti kitab suci, buku, dan novel yang bermutu dan bermuatan positif. Anak-anak perlu dibiasakan menuliskan hal-hal yang positif seperti menulis sms, email, twitter, facebook, dan instagram. Anak-anak dibiasakan menyebarkan hal-hal positif melalui tulisan. Anak-anak juga harus dibiasakan mengungkapkan secara lisan hal-hal yang positif seperti komentar, merespons sesuatu dan menceritakan sesuatu. Semua aktifitas mendengar, membaca, menulis dan membaca yang positif dalam diri anak-anak ini tidak akan mungkin terwujud tanpa pembiasaan positif juga dari orang-orang sekitarnya seperti orangtua, guru, teman, tokoh masyarakat, dan media masa baik elektronik maupun cetak. Dengan pemikiran tersebut, semua pihak khususnya guru MI perlu mengembalikan ruh berbahasa yang positif, bahasa yang fungsional, bahasa yang memanusiakan manusia, bahasa yang memotivasi, bukan bahasa yang mendegradasi derajat manusia, bahasa yang saling merendahkan, penuh hoax, dan bahasa yang memicu dan memunculkan ketegangan, prasangka dan konflik di masyarakat. Jika hal ini terjadi, maka misi berbahasa sebenarnya telah gagal.

Melanjutkan membaca “Scientific Literacy dan Paradigma Integratif

About Muqowim

Pembina Rumah Kearifan (House of Wisdom). Accredited Trainer LVE. Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

View all posts by Muqowim →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *