Pendidikan Menurut Toto Raharjo, Pendiri SALAM

Pada tanggal 19 Mei 2023, Keluarga Besar Rumah Kearifan (RK) mengadakan silaturahim ke Sanggar Anak Alam (SALAM) yang dipimpin oleh Direktur Rumah Kearifan, Ziadatul Husnah. Rombongan RK diterima langsung oleh pendiri SALAM yaitu Toto Rahardjo dan Sri Wahyaningsih. Pada kesempatan ini Dr. Muqowim berkesempatan melakukan obrolan singkat dengan Mas Toto, begitu panggilan akrab Toto Rahardjo. Obrolan santai ini difokuskan pada makna dan orientasi Pendidikan di Indonesia. Perlu diketahui bahwa Mas Toto dikenal sebagai tokoh dan aktifis LSM ternama di Indonesia. Bersama Mansour Fakih, Roem Topatimasang, Anu Lounela, dan Saleh Abdillah mendirikan INSISTPress. Bersama Romo Y.B. Mangunwijaya dia menggagas Dinamika Edukasi Dasar di Kali Code Yogyakarta. Dia juga dikenal sebagai penggagas Kyai Kanjeng bersama Emha Ainun Najib (Cak Nun). Di antara karya tulis dihasilkan Mas Toto adalah Sekolah Biasa Saja: Catatan Pengalaman Sanggar Anak Alam (SALAM).

Dalam obrolan bersama Mas Toto, Dr. Muqowim menekankan tentang orientasi pendidikan di Indonesia. Berdasarkan ngobrol santai dari kedua tokoh pendidikan ini, ada beberapa hal yang dapat diambil kesimpulan. Pertama, pendidikan seharusnya merupakan proses yang membahagiakan dan mendekatkan dengan lingkungan sekitar. Pendidikan harus mampu mendekatkan setiap peserta didik dengan lingkungan masing-masing, bukan malah menjauhkan mereka dari lingkungan tempat tinggal. Sejauh ini, praktik pendidikan lebih banyak menjadikan peserta didik teralineasi (terasing) dari masyarakat sekitar. Mereka seakan-akan diajak ke dunia lain dan tidak kembali ke lingkungan asalnya. Mereka diajak bermimpi yang menjauhi lingkungan, alih-alih menyelesaikan problem masyarakat mereka. Akibat dari praktik pendidikan seperti ini antara lain anak-anak yang berasal dari dunia pertanian menjadi terasing dari problem pertanian.

Hal berikutnya yang perlu digarisbawahi dari perbincangan santai ini adalah terkait dengan nilai-nilai yang seharusnya dibiasakan proses pendidikan. Pendidikan seharusnya membiasakan peserta didik dengan nilai kesederhanaan, guyub (gotong royong), dan kepedulian. Yang dimaksud dengan nilai kesederhanaan dalam konteks ini adalah bahwa proses pendidikan seharusnya berlangsung secara natural, tidak dibuat-buat atau mengada-ada. Dengan nilai ini, praktik Pendidikan seharusnya berjalan dengan menyenangkan dan penuh kedamaian, bukan menegangkan. Sejauh ini, praktik pendidikan lebih banyak yang kaku, berjalan secara top-down, teacher-centered, dan menghafal pengetahuan. Pendidikan seharusnya mengacu pada kebutuhan setiap peserta didik, berorientasi pada pemecahan masalah riil, dan menyenangkan.

Selanjutnya, nilai gotong royong atau guyub seharusnya menjadi penekanan, sebab pendidikan pada hakikatnya membiasakan setiap peserta didik agar memerankan diri sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing. Dalam perspektif ini, setiap orang harus dipahami sebagai individu unik, istimewa dan hebat sesuai dengan kapasitas masing-masing. Tidak boleh ada orang yang merasa terpinggirkan, termarjinalkan dan terasing, bahkan merasa “tidak bisa dan punya apa-apa”. Betapa pun kecilnya potensi yang dimiliki, setiap orang pasti dapat berperan memberikan kontribusi untuk menyelesaikan persoalan sekitar. Yang perlu dilakukan proses pendidikan adalah penyadaran setiap orang bahwa setiap anak mampu memberikan yang terbaik. Karena itu, pendidikan harus diarahkan pada upaya menciptakan kesadaran kritis setiap orang, bukan kesadaran naif apalagi kesadaran magis.

Sementara itu, nilai kepedulian menjadi prioritas untuk dibiasakan dalam proses pendidikan sebab untuk dapat menghidupkan nilai kebersamaan, guyub, di antara nilai yang harus ditekankan adalah kepedulian. Nilai kepedulian bertolak belekang dengan egoism dan sektarianisme yang menyebabkan orang bersikap nafsi-nasfi, asal menang sendiri dan tidak mau tahu kebutuhan orang lain. Dalam konteks keindonesiaan, nilai kepedulian sangat diperlukan di tengah banyaknya problem yang terjadi di masyarakat. Persoalan tersebut tidak mungkin diselesaikan sendirian, perlu kerja sama dan tanggung jawab bersama agar ketika menyelesaikan persoalan tersebut terasa ringan dan multiperspektif penyelesaiannya.

Poin terakhir yang dapat diambil dari obrolan santai di atas adalah pentingnya pendidikan bersifat kontekstual. Artinya, praktik pendidikan seharusnya mengajak setiap peserta didik agar menyadari siapa dirinya dan di mana mereka hidup. Dengan kesadaran ini, setiap orang akan mampu memetakan setiap persoalan yang dihadapi sekaligus problem yang ada di sekitar masing-masing. Setiap anak harus dibiasakan mengenali problem realitas sekitar dan mencari solusi alternatif. Karena itu, praktik pendidikan seharusnya membiasakan setiap orang mempunyai critical thinking and problem solving dan effective communication and collaboration.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *