Pengembangan Madrasah dan Kurikulum Merdeka

Pada hari Rabu, tanggal 12 Juli 2023, MTsN 10 dan MIN 6 Blitar  bekerja sama dengan Rumah Kearifan mengadakan Workshop Pengembangan Madrasah dan Kurikulum Merdeka. Kegiatan ini diselenggarakan di Aula MIN 6 Blitar yang diikuti oleh seluruh guru dan tenaga kependidikan dari dua madrasah yakni MTsN 10 dan MIN 6 Blitar. Sebagai panitia pengarah (steering committee), Ibu Maya selaku Kepala MTsN 10 dan Bapak Budi selaku Kepala MIN 6 mendatangkan tiga pembicara yaitu Dr. Muqowim, M.Ag. selaku Konsultan Pendidikan, pendiri Rumah Kearifan, dan dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ziadatul Husnah selaku Direktur Rumah Kearifan dan Accredited Trainer Living Values Education, dan Drs. Baharuddin, M.Pd., selaku Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Blitar.

Menurut Bu Maya dan Pak Budi, kegiatan ini dibuat antara lain dilatarbelakangi oleh semangat untuk menerapkan Kurikulum Merdeka di madrasah. Menurut keduanya, harus diakui, masih banyak praktisi Pendidikan di madrasah yang belum sepenuhnya memahami esensi dan implementasi kurikulum baru tersebut. Bahkan, sebagian guru masih merasa nyaman dengan keadaan yang ada, tidak mau berubah alias sulit “move on” ke kurikulum baru. Jika hal ini dibiarkan, dalam jangka panjang tentu akan merugikan kualitas pendidikan madrasah sebab problem dan tantangan selalu baru sedangkan perspektif yang digunakan masih lama atau out of date. Dengan kegiatan ini diharapkan semua peserta akan di-charge oleh para pakar dan praktisi Pendidikan.

Dalam kesempatan ini, Dr. Muqowim, M.Ag. menekankan pentingnya mengubah paradigma pendidikan yang cenderung terjebak pada dimensi “technicality”, pragmatisme dan formal-administratif. Proses pendidikan cenderung fokus pada wilayah hilir yang kurang mencerahkan dan menginspirasi perubahan ke arah yang lebih baik. Praktik pendidikan banyak terjebak pada proses “the banking concept of education”, konsep pendidikan gaya bank, meminjam istilah Paulo Freire, yang menganggap peserta didik ibarat bejana kosong. Tugas seorang pendidik adalah mengisi bejana tersebut, meskipun isian tersebut tidak relevan dengan kebutuhan peserta didik dan tidak kontekstual. Menurut Dr. Muqowim, hal ini harus segera diakhiri jika tidak ingin menimbulkan masalah berkepanjangan di kemudian hari.

Salah satu cara paling strategis untuk mengubah kondisi tersebut adalah mengembangkan kapasitas pendidik agar menjadi penggerak utama dalam mengembalikan ruh pendidikan. Pendidikan harus diperkuat pada wilayah hulu yang lebih esensial, filosofis dan paradigmatic. Pendidikan merupakan proses memanusiakan setiap potensi yang dimiliki peserta didik agar menjadi juara dan istimewa di bidangnya masin-masing. Hal ini sejalan dengan salah satu filosofi dalam Kurikulum Merdeka, bahwa praktik pendidikan harus menghargai setiap potensi unik mereka. Proses pendidikan seharusnya menjadikan setiap individu agar lebih otentik seperti saat awal diciptakan oleh Allah. Hanya saja, melalui kurikulum baru ini, hal utama dan “perlu waktu” yang harus dilakukan adalah mengubah kultur berpikir dan mindset guru.

Menindaklanjuti apa yang disampaikan oleh Bapak Dr. Muqowim, Ibu Ziadatul Husnah menekankan pentingnya pendidikan berbasis nilai-nilai HAM sebab Kurikulum Merdeka pada dasarnya muncul dilandasi oleh spirit HAM. Setiap peserta didik harus diberikan kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri yang otentik. Mereka mempunyai potensi unik yang perlu difasilitasi dunia pendidikan agar tumbuh dan berkembang secara sehat. Dalam konteks HAM, proses pendidikan seharusnya menghargai (respecting) setiap potensi peserta didik, melindungi (protecting) mereka dari hal-hal yang dapat megurangi atau menghilangkan potensi hebat yang telah diberikan oleh Allah, dan memenuhi (fulfilling) apa yang dibutuhkan oleh peserta didik. Untuk mewujudkan hal ini, proses pendidikan seharusnya memenuhi lima kebutuhan dasar setiap orang khususnya peserta didik, yaitu dicintai (loved), dipahami (understood), bernilai (valued), dihargai (respected) dan aman (safe).

Sementara itu, pada kesempatan ini, Pak Baharuddin, selaku Kasi Pendma Kemenag Blitar, menekankan berbagai kebijakan yang dia buat untuk memudahkan implementasi Kurikulum Merdeka di Kabupaten Blitar. Menurutnya, dibandingkan kabupaten lain di Indonesia, Blitar yang paling banyak mengusulkan implementasi KURMER di madrasah. Hal ini di satu sisi membanggakan, tetapi di sisi lain menjadi tantangan jika ternyata tidak dapat menjadi contoh bagi daerah lain. Karena itu, untuk mewujudkan perubahan di madrasah Pak Baharuddin menggandeng pakar dan konsultan Pendidikan dari Rumah Kearifan agar madrasah di wilayah Blitar berubah ke arah yang lebih baik dan tepat sasaran. Hal ini akan mudah diwujudkan jika ada komunikasi, koordinasi, dan sinergi dari semua pemangku kepentingan madrasah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *