Oleh : Muhammad Muslim Azizi (Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Dalam agama Islam, anjing merupakan salah satu hewan yang seringkali dianaktirikan karena statusnya yang najis dan haram. Mazhab Syafi’i telah memaparkan dalam syarah Muslim, an-Nawawi bagian 10 halaman 236 bahwasanya memelihara anjing tanpa suatu hajat tertentu hukumnya haram, sedangkan memeliharanya untuk berburu, menjaga tanaman, atau menjaga ternak hukumnya boleh.
Di lain sisi dalam syarah yang sama muncul perbedaab pedapat ulama dalam perihal memelihara anjing untuk menjaga rumah dan gerbang. Ulama pertama menyatakan tidak diperkenankan dengan pertimbangan tekstual hadis. Sementara ulama kedua membolehkan dengan memakai qiyas atas tiga hajat (berburu, menjaga tanaman, atau menjaga ternak) berdasarkan ilat yang mampu dipahami dari hadis yaitu dengan hajat tertentu.
Dari beberapa syarah maupun hadis lain juga ditemukan beberapa pendapat yang berbeda perihal memelihara anjing. Stereotip yang muncul dari seseorang yang hanya berlandaskan satu pernyataan ulama dan kefanatikan akut menyebabkan seseorang melupakan ihwal sepele dalam keagamaan. Salah satunya adalah kisah-kisah anjing yang mengiringi orang-orang yang taat kepada Tuhannya.
Kisah pertama, seorang pelacur yang konon hidup pada masa Nabi Isa as. yang terpaksa melacurkan diri untuk bertahan hidup di bawah penjajahan tentara Romawi. Alkisah saat musim kering, seekor anjing malang tersungkur di halaman rumah ahli agama, keadaannya memprihatinkan dengan kulit penuh koreng. Ia kehausan sehingga menjulurkan lidah ke tanah agak basah di halaman rumah ahli agama. Tidak berpikir panjang, ahli agama segera menghardik dan mengusir si anjing.
Si anjing pun menghindar, berjalan hingga tiba di tepian sumber air. Ia sekarat dan tidak ada harapan hidup, tiba-tiba datang perempuan pelacur mendekatinya. Pelacur memeluknya, merobek ujung gaun miliknya yang diujungnya telah diikatkan dengan terompah. Dibuatnya sebuah timba dan segera melemparkan ke dalam sumber air itu. Setelah air terangkat, pelacur cecapkan ait itu ke mulut si anjing. Si anjing senang sekali, ia terhindar dari sekarat.
Dalam sebuah riwayat dikisahkan, Nabi Muhammad saw. menceritakan kisah ini kepada para jemaahnya hingga terheran-heran karena Nabi mengatakan bahwa si pelacur dijamin masuk surga, sedangkan orang ahli agama tidak. Lantas Nabi menjelaskan bahwa seseorang masuk surga bukan semata-mata karena ibadahnya melainkan karena rahmat Allah. Bahkan untuk melengkapi kisah ini, banyak ulama yang menambahkan cerita malaikat Malik dan Ridwan yang tak mampu memutuskan apakah pelacur masuk surga atau neraka.
Kisah kedua menceritakan tentang kemanusiaan yang di dalamnya terdapat kisah anjing. Suatu hari, Abdullah bin Jafar bin Abi Talib di sebuah kebun kurma, ia melepas penat di sana dan bertemu dengan lelaki kulit hitam si penjaga kebun. Dikeluarkannya bekal berupa tiga potong roti oleh si penjaga kebun, tiba-tiba datang seekor anjing terjulur lidahnya menghampirinya. Melihat itu, si penjaga kebun melemparkan rotinya kepada anjing hingga roti ketiga miliknya habis.
Kemudian, Abdullah terpana memperhatikan itu. Ia mendekati si penjaga kebun lalu bertanya mengapa si penjaga kebun memberikan semua bekalnya kepada anjing. Si penjaga kebun lantas menjawab bahwa tempat itu (kebun kurma) bukan kawasan anjing, jadi si penjaga kebun yakin anjing itu bermusafir dan sangat lapar, sedangkan si penjaga kebun membiarkan dirinya tidak makan hingga esok hari.
Memang pada masanya Abdullah dikenal sebagai seorang dermawan yang menghabiskan harta untuk disedekahkan kepada kaum tak mampu. Namun sejak saat itu, penjaga kebun dan anjing telah memberikan pelajaran baru bagi Abdullah. Kemudian ia membeli seluruh kebun kurma dan memberikan seluruhnya kepada penjaga kebun.
Kisah ketiga sangat populer bagi orang Islam, kisahnya diceritakan dalam Quran surat Al Kahfi ayat 9-26. Banyak versi yang menafsirkan siapa sebenarnya ketujuh pemuda dalam surat itu, dikisahkan tujuh pemuda Ashabul Kahfi merupakan pemuda beriman yang ditidurkan oleh Allah dalam gua selama sekita 309 tahun untuk mempertahankan keimanannya. Para pemuda tersebut bersama anjingnya yang bernama Qithmir diselamatkan Allah dari kejaran Raja Dikyanus yang zalim.
Diceritakan pula, Nabi Muhammad saw. saking sayangnya terhadap hewan, beliau pernah memberi minum anjing dengan terompahnya. Lalu beliau membasuh terompah itu dengan air dan tetap mengenakannya saat salat.
Dari banyak kisah anjing hingga memunculkan perbedaan pendapat, itu merupakan hal wajar dalam berpendapat dan menafsirkan di di kalangan ulama. Setiap orang Islam pun boleh berpegang kepada salah satunya, perihal keyakinan adalah persoalan pribadi bagi setiap insan.