Sabtu, 11 Februari 2023
Dalam rangka memperingati World Interfaith Harmony Week (WIHW), Rumah Kearifan (House of Wisdom) Yogyakarta menyelenggarakan kegiatan dialog lintas iman dengan menggandeng lembaga AMAN Indonesia dan Youth Interfaith Peacemaker Community (YIPC) Yogyakarta. Kegiatan yang bertemakan “Membumikan Dialog Lintas Iman” ini diisi oleh empat narasumber dari latar belakang yang beragam, yaitu Anditya Restu Aji (Umat Budha), Ahmad SM (YIPC Yogyakarta), Gerald M. Siregar (Gereja Kalam Kudus Yogyakarta), dan Maskur Hasan (Koordinator Wilayah DIY dan Jateng AMAN Indonesia).
Dialog lintas iman (interfaith) ini diawali dengan pengantar singkat dari Dr. Muqowim, M.Ag. Founder Rumah Kearifan tersebut menyampaikan terima kasih kepada para narasumber dan peserta yang telah hadir pada kegiatan perayaan keberagaman agama ini. Kegiatan yang dilaksanakan di Ruang Multipurposes RK tersebut “diharapkan dapat menjadi wadah untuk belajar bersama dalam menerima keberagaman (accepting diversity), mengelola keberagaman (managing diversity), dan merayakan keberagaman (celebrating diversity),” ujar Muqowim.
Perjumpaan dialog interfaith merupakan salah satu upaya untuk lebih mengenal satu sama lain dan saling memahami guna merawat perdamaian terutama dalam konteks Indonesia yang majemuk. Keempat narasumber menyampaikan pengetahuan dan pengalaman keagamaan mereka masing-masing.
Saya dari kecil hidup di daerah yang mayoritas adalah agama Islam, bahkan hanya dua keluarga yang non-Islam. Akan tetapi, setelah hidup merantau di Yogyakarta dengan keanekaragaman agama mengajarkan Saya untuk bersikap terbuka dan moderat. Saya menjadi orang yang lebih empati dengan saling menghargai, mengasihi, dan mencintai”, Ujar Salahudin, pejihad yang sedang menuntaskan kuliah jenjang S2 Fakultas Teologi UKDW.
Sementara itu, pembicara lain, Anditya, mengatakan, “Saya adalah seorang Budhis. Agama Budha mengajarkan universalisme dalam budi pekerti. Saya diajarkan untuk saling mengasihi dan mencintai antar sesama manusia.” Di samping itu, ia juga menceritakan tentang berbagai ritual yang terdapat dalam agamanya, seperti dammayatra (ritual mengelilingi candi) dan semedi atau meditasi.
Agak mirip dengan kedua pembicara di atas, Pendeta Gerald dari gereja Kalam Kudus Yogyakarta mengatakan, “Pengalaman keagamaan saya sebagai seorang Kristen pernah dikatakan kafir oleh sesama penganut agama Saya. Hal ini karena Saya tidak sepakat dengan apa yang mereka pikirkan dan lakukan, seperti menghina Nabi Muhamad”. Menurutnya, perbedaan memilih keyakinan tidak berarti kita bebas dan bisa seenaknya mengekspresikan pilihan tersebut di tengah masyarakat yang majemuk.
Last but not least, “dialog adalah wadah untuk saling memahami. Dialog bukan untuk menegasikan, mengintimidasi, dan menghakimi pihak lain, apalagi untuk menang-kalah,” demikian dikatakan oleh Mas Utun, sapaan akrab Maskur Hasan dari AMAN Indonesia. Kegiatan dialog ini diakhiri dengan pemberian sertifikat dan buku Kita Semua Istimewa oleh Direktur Rumah Kearifan, Ziadatul Husnah, M.Pd. yang sekaligus menjadi moderator diskusi tersebut.