Oleh: Dimas Rendi Agung (Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta )
Tulisan ini berawal dari saya sebagai mahasiswa di salah satu universitas Islam di Yogyakarta yang diajak oleh teman saya untuk mengikuti kegiatan DIKSI KITA (Diskusi Kritis, Santai, Inspiratif tentang Kearifan Semesta) di Rumah Kearifan (House of Wisdom) Yogyakarta. Saya awalnya bingung bagaimana sebenarnya pembahasan mengenai kearifan semesta, itu merupakan topik pembahasan yang super duper luas.
Saya mencoba untuk mengajak teman saya untuk mengikuti kegiatan ini, kemudian ia berkata “haduh, kalau pembahasannya mengenai kearifan alam semesta, aku sepertinya belum bisa ikut, belum sampai pemikiranku ke sana karena saking luasnya pasti, ndak kuat aku”. Statement teman saya ini membuat saya ragu untuk mengikuti kegiatan tersebut. Akan tetapi, karena saya sudah janji dengan teman yang mengajak saya dan entah apa karena dorongan hati nurani, saya pun berangkat untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Sambutan hangat diberikan oleh para tuan rumah ketika saya sampai di Rumah Kearifan. Saya bertemu dengan Bapak Muqowim, Umi Ziah, dan kawan-kawan mahasiswa seperjuangan di sana. Ketika kami masuk dalam pembahasan diskusi, ternyata pembahasan di dalamnya sangat relate sekali dengan diri saya. Kearifan semesta yang dimaksud adalah diri sendiri, alam semesta yang besar ini (makro cosmos) ternyata berada pada diri sendiri yang kecil ini (mikro cosmos). Dari sini lah, diri sendiri dituntun untuk merenungi segala hal yang berkaitan dengannya. Hal ini pun sesuai dengan dalil Q.S Al-Baqarah ayat 269, yang menjelaskan tentang orang-orang yang mendapat banyak kebaikan setelah mengambil pelajaran (merenung) dari segala hal.
Pada titik merenungi tersebut, saya awalnya biasa saja, saya bahkan berfikir itu merupakan hal yang lumrah jikalau kita harus merenungi segala hal yang berkaitan dengan diri sendiri. Akan tetapi, prespektif itu berubah ketika Bapak Muqowim menyampaikan “Untuk menebar energi positif pada diri sendiri, cobalah setiap bangun tidur untuk memberi asupan positif untuk diri sendiri” dan Umi Ziah juga menyampaikan “Dari berbagai aktifitas yang melelahkan, maka dibutuhkan tidur yang berkualitas untuk istirahat, nah untuk mendapat tidur yang berkualitas, cobalah untuk mengajak ngobrol tubuh kita”. Dua statement ini pun selalu terngiyang dalam benak saya setelah itu.
Semenjak memasuki semester lima masa perkuliahan, saya sangat disibukan dengan berbagai aktifitas yang luar biasa padatnya, disamping harus kuliah saya juga melakukan pekerjaan sampingan (freelancer) untuk memenuhi kebutuhan pribadi saya sendiri. Akan tetapi, karena melakukan berbagai aktifitas tersebut, saya sering lupa dengan tubuh saya sendiri, sehingga saya sering merasakan lelah yang berlebih dan terkadang mengganggu kesahatan saya pribadi. Padahal saya tahu jelas bahwa kesehatan adalah kenikmatan yang paling berharga.
Teringat nasihat yang diberikan Bapak Muqowim dan Umi Ziah, saya pun merasa bahwa selama ini saya sangat tidak bersahabat dengan diri saya sendiri, khususnya pada tubuh saya. Dari sinilah saya mencoba untuk mengaplikasikan kedua nasihat tersebut. Saya tidak menduga hasilnya ternyata sangat worth it bagi saya. Sebelum saya memejamkan mata untuk tidur saya mencoba untuk mengobrol dengan tubuh saya sendiri, saya ucapkan kepada tubuh saya “Wahai tubuhku, terima kasih telah menemaniku melakukan berbagai aktifitas luar biasa dari pagi hingga malam, saat ini waktunya bagimu untuk beristirahat, kita persiapkan diri untuk menghadapi hari esok”.
Kemudian ketika saya bangun dari tidur di pagi hari, sebelum melakukan aktifitas saya mencoba untuk memberi energi positif pada setiap bagian tubuh saya, sampai-sampai saya ibaratkan mereka adalah sebuah pasukan besar dan kuat. Saya mengambil posisi seperti meditasi pada umumnya, kemudian pertama saya mengatakan kepada mata saya “Wahai mataku, terima kasih engkau telah menemaniku selama ini, engkau adalah prajurit yang hebat, engkau melihat segala hal yang baik dan engkau mempengaruhi seluruh pasukan untuk melakukan kebaikan. Aku bangga padamu, aku ingin engkau mempertahankan itu”.
Kemudian saya beralih ke telinga, saya sampaikan kepadanya “Wahai telingaku, terima kasih engkau telah menemaniku selama ini, engkau adalah prajurit yang handal, engkau mendengarkan segala hal yang baik dan engkau menyerap kebaikan tersebut untuk seluruh pasukan, aku bangga padamu, aku ingin engkau mempertahankan itu”. Kemudian saya berkata kepada mulut “Wahai mulutku, kuucapkan terima kasih padamu, engkau adalah prajurit yang kuat, engkau telah mengatakan kebaikan-kebaikan dan kebenaran, aku bangga padamu, aku ingin engkau mempertahankan itu”.
Setelah dari mulut, kemudian saya beralih kepada tangan, saya berkata kepadanya “Wahai tanganku, engkau adalah prajurit pemberani, engkau adalah penyerang utama dalam setiap peperangan, aku bisa melakukan dan menyelesaikan banyak kegiatan baik berkat dirimu, aku bangga padamu, aku ingin engkau mempertahankan itu”. Kemudian saya katakan kepada kaki “Wahai kakiku, terima kasih engkau telah melangkah ke berbagai wilayah kebaikan dalam setiap aktifitasku, engkau adalah prajurit yang tak kenal lelah, aku ingin selalu engkau melangkah ke tempat-tempat kebaikan, aku bangga padamu wahai kakiku, pertahankanlah itu”.
Setelah saya berkata kepada seluruh prajurit, saya pun berkata kepada sang kapten/ panglima dari pasukan hebat tersebut, yaitu otak/ akal. Saya katakan kepadanya “Wahai akalku, terima kasih kuucapkan kepadamu, engkau adalah panglima yang bijaksana, berkat dirimu aku bisa melakukan hal-hal yang baik, perintahmu terhadap para prajurit adalah sangat menentukan peran mereka, aku bangga kepadamu karena telah memilih kebaikan-kebaikan untuk dilakukan. Aku harap kamu terus menjaga itu dan berusaha untuk terus meningkatkan kapasitasnya”.
Semua bagian telah saya ajak bicara, akan tetapi masih ada satu lagi bagian yang paling penting dari itu semua, yaitu hati, Saya berkata kepadanya “Wahai hatiku, engkau adalah sang raja dari pasukan besar itu, apalah daya semua yang dilakukan mereka jikalau tanpamu, engkau telah memaknai setiap perjuangan mereka dan engkau menjadikan mereka bermakna dalam setiap kebaikan. Aku sangat bangga kepadamu, terima kasih banyak duhai hatiku. Pertahanlah kebaikan-kebaikan itu”.
Setelah ucapan selamat dan bangga saya berikan kepada tubuh saya, tak lupa saya memberikan himbuan kepada mereka “Wahai mata, telinga, mulut, tangan, kaki, akal, dan hati, kalian semua adalah milikku, jangan sekali-kali kalian melakukan kemaksiatan, keburukan, kemafsadatan, dan hal buruk lainnya. Aku akan sangat menyesal jikalau kalian melakukan itu, aku akan sangat menyesal. Kuucapkan terima kasih sekali lagi kepada kelian semua, kalian hebat”.
Ketika pertama kali saya lakukan hal tersebut, saya tidak menduga, semua aktifitas yang saya lakukan hari itu menjadi positif semua, mulai dari kegiatannya, bertemu dengan orang-orangnya, dan berproses di dalamnya. Dari sinilah saya mulai merasa bahwa untuk menjadi diri saya sendiri, saya harus bersahabat dengan diri saya sendiri. Mungkin ini lah yang dinamakan kearifan, terlihat sederhana, akan tetapi bermakna luar biasa dan mengena.