Pentingnya Melek Moderasi Beragama dalam Masyarakat Majemuk

Untuk mengelola kemajemukan dalam konteks beragama di masyarakat kita memerlukan melek wasathiyyah atau wasathiyyah literacy. Yang dimaksud dengan wasathiyyah literacy adalah kemampuan umat beragama (Islam) dalam merefleksikan pengetahuan dan pengalaman beragama yang telah dimiliki di masa lalu sehingga menjadi ide dan nilai yang menginspirasi dalam melangkah agar menjadi lebih baik di masa depan untuk mewujudkan nilai rahmatan lil-’alamin.

Dengan pengertian ini yang dimaksud orang yang melek wasathiyyah bukan hanya yang kaya dengan keilmuan (kognitif) dan banyak pengalaman saja namun dia harus mampu merefleksikan keduanya (pengetahuan dan pengalaman) tersebut menjadi nilai dan gagasan yang transformatif baik secara personal maupun sosial. Hal ini diungkapkan oleh Dr. Muqowim, M.Ag. sebagai salah satu presenter dalam Webinar Nasional tentang Moderasi Beragama dalam PAI yang diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Agama Islam FITK UIN Sunan Kalijaga pada tanggal 7 Juli 2021.

Lebih jauh, pendiri Rumah Kearifan ini menegaskan bahwa untuk menjadi melek wasathiyyah ada tiga tahapan yang harus dimiliki oleh umat beragama, yaitu learning, unlearning dan relearning. Learning artinya proses belajar tentang nilai-nilai wasathiyyah sebanyak mungkin sehingga kita mempunyai pengetahuan dan pengalaman sebanyak mungkin tentang nilai tersebut. Proses ini lebih bermakna memahami nilai wasathiyyah secara kognitif-diskursif.

Setelah proses pertama ini dikuasai, maka proses kedua, yaitu unlearning, perlu dilakukan. Tahap kedua ini lebih menekankan pada kemampuan dan kemauan melakukan refleksi dan dekonstruksi terhadap pengetahuan dan pengalaman yang telah kita miliki tentang nilai wasathiyyah tersebut. Hasil dari proses refleksi diri ini antara lain berupa pelajaran, ide, arti dan makna penting dari pengetahuan dan pengalaman tentang wasathiyyah. Proses kedua ini akan menghasilkan banyak pesan dan gagasan mengenai urgensi nilai wasathiyyah, pentingnya menghidupkan nilai wasathiyyah, dan peta tentang nilai-nilai wasathiyyah yang sudah dan belum diimplementasikan dalam kehidupan seharihari baik secara perseorangan maupun kelembagaan.

Berdasarkan peta diri tentang nilai-nilai wasathiyyah yang digali dari pengetahuan dan pengalaman inilah, maka proses relearning perlu dilakukan. Proses ketiga ini menghasilkan rencana dan langkah konkret untuk mengimplementasikan nilai-nilai wasathiyyah tersebut dalam kehidupan nyata baik dalam konteks individu maupun sosial khususnya di lembaga pendidikan misalnya sekolah dan madrasah termasuk keluarga. Dengan narasi singkat tersebut, orang yang melek wasathiyyah berarti orang yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang nilai-nilai wasathiyyah (knowing and having the wasathiyyah values), merasakan makna dan nilai wasathiyyah dalam beragama (feeling and loving the wasathiyyah values), dan mengamalkan nilai-nilai wasathiyyah dalam kehidupan sehari-hari (doing the wasathiyyah values).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *