Mimpi Perubahan Madrasah Aliyah dalam Kurikulum Merdeka

Pemberlakuan Kurikulum Merdeka di lingkungan madrasah, terutama di wilayah Blitar, relatif belum berjalan sebagaimana diharapkan. Dalam konteks Madrasah Aliyah, hal ini dirasakan oleh pengurus KKM MA yang diketuai oleh Bapak Husnul Khuluq, M.Pd. Bertolak dari kegelisahan inilah, maka dia berinisiatif mengumpulkan semua pimpinan MA yang diwakili oleh Wakil Kepala (Waka) MA Bidang Kurikulum di MAN 1 Tlogo Blitar untuk melakukan koordinasi dan penyatuan persepsi. Kegiatan koordinasi ini dilakukan pada tanggal 13 Juli 2023 yang dihadiri oleh 25 perwakilan MA se Blitar Raya baik Kabupaten maupun Kota. Acara yang berlangsung di Aula lantai 2 ini juga menghadirkan Dr. Muqowim, M.Ag. selaku pakar dan konsultan Pendidikan dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Drs. Baharuddin, M.Pd. selaku Kasi Pendma Kemenag Kabupaten Blitar.

Dalam kesempatan ini Pak Khuluq selaku Ketua KKM MA yang juga Kepala MAN 2 Wlingi Blitar dan Plt MAN 1 Tlogo Blitar, menegaskan komitmen pengelola MA untuk mengimplementasikan KURMER tahun ajaran baru ini. Hanya saja, menurutnya, komitmen ini harus diimbangi oleh wawasan yang cukup terkait KURMER agar kurikulum baru tersebut berjalan dengan baik dan membawa perubahan positif bagi madrasah. Karena itu, kehadiran pakar pendidikan madrasah sangat diperlukan sebagai tempat berbagi, “curhat” dan merencanakan perubahan ke depan. Menurutnya, harus ada langkah yang lebih konkret untuk mewujudkan gagasan ini, misalnya melakukan studi banding ke Yogyakarta dan proses pendampingan.

Di forum ini, Bapak Baharuddin, selaku Kasi Pendma Kemenag Blitar, memberikan data yang menarik terkait kondisi madrasah di Blitar yang dapat dikatakan telah berada “di puncak” dalam konteks animo masyarakat yang tinggi menyekolahkan putera-puteri mereka di madrasah. Jika gejala ini tidak disikapi secara tepat dan bijak, boleh jadi akan menjadi boomerang dan persoalan di kemudian hari, artinya momentum kepercayaan yang tinggi dari masyarakat tersebut seharusnya diimbangi dengan peningkatan kualitas mutu madrasah seperti memperbanyak prestasi, meningkatkan mutu pelayanan, dan membangun jaringan yang lebih luas baik secara nasional maupun internasional. Jika tidak ada perbedaan “layanan” terhadap “pengguna” madrasah boleh jadi madrasah akan ditinggalkan masyarakat di kemudian hari. Untuk itu, membuat rencana besar untuk peningkatan mutu madrasah harus dilakukan sejak sekarang.

Dalam kesempatan ini, Dr. Muqowim, M.Ag. mengajak seluruh perwakilan madrasah untuk lebih memaknai pendidikan, pada umumnya, dan kurikulum, pada khususnya, dari wilayah hulu, bukan hilir. Wilayah hulu dalam konteks pendidikan artinya melihat pendidikan dari perspektif filosofis, esensial, paradigmatik, dan substansial, sedangkan wilayah hilir lebih menekankan aspek teknis-administratif semata. Proses pendidikan cenderung yang fokus pada wilayah hilir cenderung kurang mencerahkan dan menginspirasi peserta didik menuju perubahan yang lebih baik. Menurut Dr. Muqowim, hal ini harus segera diakhiri jika tidak ingin menimbulkan masalah berkepanjangan di kemudian hari. Pendidikan harus mampu mencetak peserta didik sebagai pribadi tercerahkan (enlightened person) dengan kesadaran profetik yang humanis, liberatif dan transcendental.

Lebih jauh, Dr. Muqowim menegaskan bahwa salah satu cara paling strategis untuk mewujudkan hal tersebut adalah mengembangkan kapasitas pendidik agar menjadi penggerak utama dalam mengembalikan ruh pendidikan. Pendidikan harus diperkuat pada wilayah hulu yang lebih esensial, filosofis dan paradigmatik. Pendidikan merupakan proses memanusiakan setiap potensi yang dimiliki peserta didik agar menjadi juara dan istimewa di bidangnya masing-masing. Hal ini sejalan dengan salah satu filosofi dalam Kurikulum Merdeka, bahwa praktik pendidikan harus menghargai setiap potensi unik mereka. Proses pendidikan seharusnya menjadikan setiap individu agar lebih otentik seperti saat awal diciptakan oleh Allah. Hanya saja, melalui kurikulum baru ini, hal utama dan “perlu waktu” yang harus dilakukan adalah mengubah kultur berpikir dan mindset guru.

Akhirnya, Dr. Muqowim mengajak perwakilan MA se-Blitar Raya untuk lebih menekankan mengubah kultur madrasah berbasis nilai-nilai inti (core values) yang menjadi pembeda dan branding antara satu madrasah dengan madrasah lain. Kurikulum Merdeka memberikan kesempatan yang luas bagi setiap satuan pendidikan untuk menjadi trendsetter dan driver sesuai dengan konteks masing-masing sehingga mampu memberikan kontribusi dalam penyelesaian problem dan tantangan kehidupan, bukan malah menciptakan masalah atau menjadi bagian dari masalah. Hanya saja, untuk mengubah kebiasaan madrasah yang cenderung “terima jadi”, model berpikir top-down, dan “menunggu petunjuk” perlu waktu yang tidak sebentar. Meski demikian, hal tersebut bisa diubah jika ada kemauan dan komitmen yang tinggi. Bukankah Albert Einstein pernah mengatakan “when there is a will, there is a way”? [dimana ada kemauan, maka di situ pasti ada jalan]. Hal ini bisa diwujudkan jika madrasah berani bermimpi menjadi lebih baik di masa depan. Karena itu, wujudkan mimpi-mimpi tersebut melalui kurikulum baru ini!!!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *