Pancasila sebagai Alat Transformasi Sosial

“Pancasila sebagai Alat Transformasi Sosial” merupakan tema yang menarik dalam konteks membumikan nilai-nilai Pancasila. Tema ini disampaikan oleh Dr. Mahnan Marbawi, M.A. dalam Short Course Pendidikan Menghidupkan Nilai Pancasila (SC-PMNP) hari kedua (24 Agustus 2021) yang diselenggarakan secara virtual oleh Rumah Kearifan (House of Wisdom) bekerjasama dengan Prodi PIAUD FITK UIN Sunan Kalijaga.  Selain Dr. Mahnan Marbawi, M.A., sesi hari kedua juga disampaikan oleh Listia, M.A., Koordinator PAPPIRUS Yogyakarta. Fokus pemateri kedia terkait dengan Pendidikan Berparadigma Pancasila.

Pada kesempatan ini Dr. Mahnan Marbawi, M.A., yang juga sebagai Kasubdit Nonformal Informal Gardiklat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), menegaskan bahwa saat ini bangsa Indonesia mengalami disrupsi budaya yang berdampak pada hilangnya arah hidup (disorientasi budaya), tidak berkembangnya budaya individu/masyarakat (dependensi budaya), hilangnya budaya kearifan lokal (dismotivasi budaya), dan menyempitnya makna budaya yang hanya pada aspek tangible (disfungsionalisasi budaya).

Tangkapan layar Short Course Living Pancasila Values Education


Dihadapkan pada tantangan disrupsi tersebut, pendidikan seharusnya menjadi alat rekayasa sosial (social engineering). Ada empat fungsi pendidikan yang ditawarkan, yaitu melanggengkan ideologi dan doktrin negara, mencerdaskan kehidupan bangsa, proses pembudayaan dan pewarisan budaya, dan menguatkan identitas dan jati diri bangsa. Dalam konteks keindonesiaan, Pancasila seharusnya dijadikan sebagai “asas bersama” yang mentransformasikan kebhinnekaan Indonesia menjadi ketunggal-ikaan. Selain itu, Pancasila juga seharusnya dijadikan sebagai rujukan utama dalam perikehidupan bernegara, berbangsa dan bernegara, dimana nilai-nilai luhur Pancasila harus diimplementasikan secara riil dan faktual.

Selanjutnya, Ketua Umum AGPAII ini menegaskan bahwa dalam sebagai alat transformasi masyarakat, ada tiga hal yang menjadi titik tekan yaitu keadilan sosial, demokrasi, dan kesejahteraan sosial. Untuk itu, penafsiran Pancasila dalam konteks masyarakat yang terus tumbuh dan berkembang seharusnya lebih fashionable. Interpretasi Pancasila seharusnya dilakukan secara terbuka tidak terpaku pada tafsir tunggal. Selain itu, tafsir terbuka tetap harus berlandaskan pada nilai agama yang inklusif, kemanusiaan, penegakan keadilan, perwujudan keadilan sosial, menjaga persatuan dan prinsip demokrasi yang berkeadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *