REBRANDING EDUCATION INSTITUTION IN DISRUPTION ERA: Happiness-Based Education [1]

Pengantar: Surveys Show…
The World Happiness Report yang dibuat oleh United Nations Sustainable Development Solutions Network (UN-SDSN) merilis laporan tiap tahun tentang indeks kebahagiaan bangsa-bangsa di dunia. Laporan yang dibuat oleh para ilmuwan seperti John F. Helliwell (Canadian Institute for Advanced Research-CIFAR), Richard Layard (Center for Economic Performance dari London School of Economics), Jeffrey D. Sachs (The Earth Institute, Columbia University), dan Jan-Emmanuel De Neve (Wellbeing Research Centre, Oxford University), itu menempatkan Finlandia sebagai negara paling bahagia dari 153 negara yang disurvey pada tahun 2020. Negara yang menempati ranking lima besar tahun ini adalah Denmark, Switzerland, Islandia, dan Norwegia. Pada tahun sebelumnya, 2019, peringkat lima besar, dari 156 negara, ditempati oleh Finlandia, Denmark, Norwegia, Islandia dan Belanda. Sementara itu, pada tahun 2020 peringkat lima besar dari bawah berturut-turut ditempati oleh negara Afghanistan, Sudan Selatan, Zimbabwe, Rwanda, dan Republik Afrika Tengah. Pada tahun sebelumnya negara paling tidak tidak bahagia diduduki oleh Sudan Selatan, Republik Afrika Tengah, Afghanistan, Tanzania, dan Rwanda. Bagaimana dengan peringkat Indonesia dan negara-negara anggota OKI (Organisasi Kerjasama Islam) lainnya?


Pada tahun 2020, negara-negara anggota OKI yang termasuk ranking lima teratas berturut-turut adalah Uni Emirat Arab (21), Arab Saudi (27), Uzbekistan (38), Bahrain (40), dan Kuwait (48). Pada tahun ini Indonesia menempati urutan 84. Ranking ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, 2019, sebab negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia ini menempati peringkat 92 dari 156 negara yang disurvey. Pada tahun ini negara anggota OKI yang menempati peringkat teratas adalah Unit Emirat Arab (21) yang disusul oleh Arab Saudi (28), Qatar (29), Bahrain (37), dan Uzbekistan (41). Yang dijadikan indikator kebahagiaan menurut survey ini ada enam yaitu pendapatan per tahun (income), harapan hidup sehat (healthy life expectancy), dukungan sosial (social support), kebebasan (freedom), kepercayaan (trust), dan kedermawanan (generosity). Keenam indikator tersebut merupakan variabel bebas (independent variable), sementara kebahagiaan menjadi variabel terikat (dependent variable), artinya tinggi rendahnya indeks kebahagiaan seseorang atau suatu bangsa dipengaruhi oleh enam variabel tersebut. Tentu saja enam hal tersebut dalam konteks praxis atau yang dipraktikkan dalam kehidupan, bukan normatif. Indikator income artinya pendapatan bersih atau laba bersih dari hasil usaha setelah dikurangi beban biaya. Hal ini berbeda dengan pendapatan (revenue), yaitu pendapatan kotor atau laba kotor dari usaha yang belum dikurangi beban biaya. Healthy life expectancy terkait dengan angka harapan hidup sehat yang dipengaruhi oleh banyak indikator seperti jenis kelamin, usia, kesehatan, kondisi sosial dan ekonomi, gaya hidup dan psikososial. Social support artinya bantuan yang diberikan individu ataupun kelompok kepada individu atau kelompok lain untuk meningkatkan kondisi psikologis penerima dukungan terutama ketika menghadapi persoalan. Freedom secara harfiyyah bermakna kebebasan. Dalam konteks ini kebebasan yang dimaksud adalah pemberian ruang untuk mengekspresikan pendapat atau gagasan yang dimiliki di muka publik. Trust artinya willingness to rely on the ability, integrity and motivation of the other party to act to serve the needs and interests as a agreed upon implicitly or explicitly. Dalam hal ini kepercayaan dikaitkan dengan kemampuan, integritas dan motivasi yang diberikan orang lain. Saat ini kepercayaan terkait dengan indeks persepsi korupsi. Sementara itu, generosity diartikan sebagai sikap murah hati atau kedermawanan yang diwujudkan dalam bentuk kemauan untuk berbagi dengan orang lain yang lebih membutuhkan.

Yang dijadikan indikator kebahagiaan menurut survey ini ada enam yaitu pendapatan per tahun (income), harapan hidup sehat (healthy life expectancy), dukungan sosial (social support), kebebasan (freedom), kepercayaan (trust), dan kedermawanan (generosity).

Survey OKI tahun 2020


Kondisi di atas adalah gambaran global tentang indeks kebahagiaan dari berbagai negara di dunia, di mana Indonesia menempati peringkat 50% dari bawah, bagaimana kondisi indeks kebahagiaan secara nasional, terutama untuk D.I. Yogyakarta? Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir tahun 2019 kemarin mengeluarkan data tentang indeks kebahagiaan. Menurut data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun ini angka kemiskinan DIY adalah 11,7, lebih tinggi dari angka nasional 9,41. Yogyakarta berada di urutan 12 dengan angka kemiskinan tertinggi, dan menjadi yang termiskin di Pulau Jawa. Rasio gini atau ketimpangan pendapatan di DIY tertinggi di Indonesia, yaitu 0,423. Upah Minimum Provinsi juga memegang rekor sebagai yang terendah di Indonesia, dengan Rp 1.704.608. Angka itu lebih rendah Rp 38 ribu dari Jawa Tengah, Rp 64 ribu dari Jawa Timur, dan Rp 106 ribu dari Jawa Barat. Meskipun demikian, menurut BPS kualitas hidup masyarakat Yogyakarta sebagai yang terbaik di pulau Jawa. Menurut Indeks Kebahagiaan yang dikeluarkan BPS, Yogyakarta duduk di peringkat delapan sebagai provinsi paling bahagia se-Indonesia. Angka harapan hidup DIY bahkan tertinggi, yaitu 74 tahun, di atas rata-rata nasional 71 tahun. Berdasarkan survey tersebut Yogyakarta termasuk kategori “kota sehat, bahagia tapi miskin”. Menurut Heddy Shri-Ahimsa Putra, antropolog UGM, hal ini antara lain dipengaruhi oleh konsep nrimo yang dimiliki masyarakat Yogyakarta.


Apa hubungan gambaran sekilas tentang survey kebahagiaan di atas dengan konsep dan praktik pendidikan? Tulisan ini mencoba membahas tentang relasi antara kebahagiaan dengan pendidikan, berbagai faktor yang menyebabkan orang kurang bahagia, indikator kebahagiaan yang perlu kita miliki, dan bagaimana menciptakan suasana penuh kebahagiaan melalui proses pendidikan khususnya di madrasah. Sebagai sebuah variabel terikat, kebahagiaan adalah sebuah kata kerja (verb), bukan kata benda (noun), artinya kondisi kebahagiaan seseorang bersifat dinamis, kadang naik dan kadang turun tergantung pada banyak variabel bebas yang lain. Dalam hal ini proses pendidikan mempunyai peran penting membiasakan habit bahagia. Karena itu, bahagia sebenarnya dapat didesain melalui praktik pendidikan. Hal ini tentu bertolak dari perspektif atau paradigma tentang kebahagiaan yang kemudian diturunkan dalam konteks yang lebih praktis dalam praktik pendidikan seperti kebijakan, program, sumber daya manusia. Berbagai hal tersebut akan dibahas secara singkat dalam tulisan di bawah ini.

Meneruskan membaca: REBRANDING EDUCATION INSTITUTION IN DISRUPTION ERA: Happiness-Based Education [2]

About Muqowim

Pembina Rumah Kearifan (House of Wisdom). Accredited Trainer LVE. Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

View all posts by Muqowim →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *