Setiap Anak adalah Juara! [1]

Dr. Muqowim, M. Ag.
Rumah Kearifan (House of Wisdom)

Pengalaman Membuktikan…
Pada tahun 2008 ketika diberi amanah menjadi Ketua Program Studi [saat itu bernama Jurusan] Pendidikan Agama Islam, Saya membuat kelas unggulan untuk mempersiapkan alumni yang dapat memenuhi kebutuhan sekolah-sekolah berwawasan internasional. Seleksi penerimaan kelas ini melalui jalur di luar formal. Yang mendaftar ternyata banyak calon mahasiswa yang “kebetulan” tidak diterima melalui jalur normal, akibatnya banyak pihak khususnya kolega dosen yang pesimis dengan kemampuan mereka. Ketika memberikan orientasi kepada para calon dosen yang dijadwalkan mengajar di kelas ini Saya menagaskan bahwa setiap orang pada dasarnya hebat dan istimewa di bidangnya masing-masing. Menurut Saya tidak ada mahasiswa yang bodoh, hanya saja mereka belum menemukan dosen yang tepat. Pertanyaan Saya kepada para dosen ketika itu, “Maukah Bapak/Ibu menjadi dosen yang tepat untuk mereka?” Saya kemudian menyampaikan ilustrasi singkat tentang beberapa tokoh nasional yang ketika di Indonesia boleh dibilang “biasa saja” namun ketika mereka mendapatkan dosen yang tepat di luar negeri, mereka menjadi tokoh hebat.

“Setiap orang pada dasarnya hebat dan istimewa di bidangnya masing-masing.”

Dr. Muqowim, M. Ag.

Siapa yang tidak mengenal Buya Syafii Maarif dan Rhenald Kasali? Dalam Titik-titik Kisar Perjalananku, Buya Syafii Maarif menceritakan pengalaman menjadi mahasiswa di Indonesia yang mendapatkan nilai kurang maksimal bahkan ada sebagian matakuliah yang nilainya C, padahal menurut Buya dia sudah mengerjakan semua tugas yang diberikan secara benar dan maksimal. Hal ini jauh berbeda dengan ketika Buya melanjutkan studi di Ohio State University dan Chicago University Amerika Serikat, banyak matakuliah yang dia ambil mendapatkan nilai A, padahal apa yang Buya lakukan di Indonesia dengan di Amerika Serikat sama-sama serius. Menurutnya, dosen-dosen di Amerika Serikat sangat menghargai setiap kerja keras mahasiswa, bukan sekedar pengetahuan kognitif dan berdasarkan ujian akhir semata. Dosen-dosen di Amerika Serikat lebih menghargai proses, bukan hasil. Perspektif dan dorongan positif inilah yang menjadikan Buya merenungkan tentang arti dan hakikat pendidikan yang lebih memanusiakan. Rhenald Kasali juga mempunyai pengalaman yang mirip dengan Buya meskipun untuk konteks anaknya ketika belajar di Amerika Serikat. Guru di sana lebih menghargai keunikan setiap peserta didik, bukan menghakimi atau menilai menurut sudut pandang guru.

Beberapa pengalaman orang hebat tersebut Saya sampaikan kepada para dosen agar lebih melihat setiap mahasiswa secara positif. Ketika mereka dilihat secara positif, maka setiap ucapan, tulisan dan sikap kita kepada mereka otomatis juga positif. Sebaliknya, ketika kita sudah mempunyai sudut pandang negatif maka akan berdampak negatif juga dari apa yang kita berikan kepada mereka. Dengan paradigma positif inilah Saya kemudian menyampaikan sejumlah program yang dapat mengoptimalkan semua potensi mahasiswa secara positif melalui pendampingan, penyampaian materi dengan menggunakan bahasa asing setiap pembelajaran, dan secara rutin Saya mengumpulkan mahasiswa tersebut untuk diberi wawasan baru yang lebih aktual. Hasilnya, semua mahasiswa yang “sebelumnya” dianggap buangan ini lulus tepat waktu, bahkan ada yang menjadi lulusan tercepat dan terbaik tingkat fakultas.

Lanjutkan membaca “Setiap Orang Adalah Istimewa!

About Muqowim

Pembina Rumah Kearifan (House of Wisdom). Accredited Trainer LVE. Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

View all posts by Muqowim →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *