The More We Give, The More We Receive

Dr. Muqowim, M. Ag.
Rumah Kearifan (House of Wisdom)

“Barangsiapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya.
Dan barangsiapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya.
Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizalimi)”

The Power of Giving
Suatu hari, sekitar tiga tahun yang lalu, istri mengatakan melalui telepon, “Bi, umi mau cerita, tapi jangan marah ya?”. Saya jawab, “Mengapa Abi harus marah kalau hal yang akan Umi sampaikan adalah kebenaran?”. “Nanti saja kalau sampai rumah akan Umi ceritakan semua”, katanya lagi. “Oke, Mi”, jawabku singkat. Begitu sampai di rumah, istri menceritakan kalau ada rezeki dari tabungan yang di sekolah yang sebenarnya dia sudah lupa. Dia baru dihubungi oleh salah seorang staf tata usaha bahwa ada tabungan sekitar 2,5 juta yang perlu diambil karena mau tutup buku. Melalui “rezeki tidak terduga tersebut”, istri Saya berencana akan membelikan kambing, dimasak dan akan diberikan sebuah pondok pesantren khusus anak di Blitar. Begitu selesai cerita istri Saya “setengah khawatir”, “Abi tidak marah kan?”. Mendengar cerita tersebut, Saya langsung menjawab, “Abi marah Mi!”, mengapa? “Sebab, kurang banyak sedekahnya”, he..he..he… Singkatnya, kami akhirnya membeli seekor kambing jantan yang kemudian disembelih, dimasak, dan akhirnya kami antar ke pondok pesantren yang dimaksud. Total biaya kanbil dan masak habis sekitar 3 juta. Begitu pulang dari perjalanan mengantarkan daging kambing dari pesantren, di perjalanan, sambil menyetir mobil, Saya bilang kepada istri, “Mi, kita akan segera dapat pencairan energi 10 kali lipat dari Allah, kita tunggu saja.” Singkatnya, pada bulan yang sama Saya mendapatkan dar Allah lebih dari nilai yang kami sedekahkan. Kun fayakun.

Kutipan ayat 160 dari QS al-An’am (60) di atas merupakan salah satu inspirasi Saya dalam konteks berbagi atau memberi. Salah satu ayat qauliyyah tersebut menjadi ayat kauniyyah yang terbukti nyata jika kita yakini kebenarannya. Tentu hal ini perlu satu syarat yakni “iman”. Rhenald Kasali pernah mengingatkan pentingnya mengubah mindset dari “seeing is believing” menjadi “believing is seeing”. Mengubah sudut pandang dari “melihat baru yakin” menjadi “yakin baru melihat”. Orang yang yakin melangkah dengan jelas sebab tujuannya jelas, sementara itu, orang yang bertolak dari melihat terlebih dahulu lebih bersifat pragmatis, apa yang dilihat dijadikan sebagai sebuah keyakinan. Hal ini dapat berdampak dalam melangkah ke depan sebab realitas yang dilihat dapat berubah setiap saat. Langkah kita sering dipengaruhi oleh apa yang dilihat. Karena itu, pandangan Rhenald Kasali tersebut mengafirmasi Saya lebih kuat lagi bahwa tidak ada ruginya dengan memberi. Saya yakin bahwa ayat di atas benar, bahwa dengan memberi kita akan mendapatkan ganti dari Allah sepuluh kali lipat. Penggantian dari Allah tidak harus kita maknai dengan model kapitalis, sebab pemberian berlipat dari Allah hanyalah sebuah motivasi agar kita mau berbagi kepada sesama. Bahwa hakikat harta yang kita miliki adalah yang kita tasharruf-kankepada orang yang lebih membutuhkan. Harta yang kita miliki boleh jadi malah akan menjadi slilit kita nanti di akhirat sebab semua harus kita pertanggungjawabkan baik dari sumber, proses mendapatkan maupun penggunaannya.

Dalam sebuah ayat yang lain, QS al-Thalaq ayat 7, Allah berfirman, “…dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.” Salah satu inspirasi penting dari ayat ini adalah, jika kita ingin keluar dari permasalahan hidup seperti usaha kurang lancar, target tidak tercapai, dikejar deadline pekerjaan, dan sedang merencanakan sesuatu yang besar, maka solusinya adalah memberi. Lagi-lagi ini bukan berpikir ala kapitalis, namun berangkat dari sebuah keyakinan bahwa ayat Allah memang benar. Bertolak dari ayat ini, semakin banyak memberi, maka semakin banyak kita akan diberi oleh Allah. Di antara bentuk pemberian adalah kita dimudahkan oleh Allah dalam semua urusan. Hal ini diperkuat oleh kajian yang dilakukan oleh Azim Jamal dan Harvey McKinnon yang kemudian dituangkan dalam buku berjudul The Power of Giving. Menurut mereka, “the more we give the more we receive”.

The Law of Attraction
Di dunia ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita keluarkan tidak akan pernah hilang, hanya berubah bentuk. Energi yang akan kembali kepada kita sama persis dengan jumlah energi yang kita keluarkan. Kalau kita mengeluarkan energi positif, maka kita akan mendapatkan energi positif juga. Begitu juga sebaliknya, jika yang kita keluarkan adalah energi negatif, maka kita akan mendapatkan pencairan energi negatif pula. Pemberian bagian dari energi positif. Pemberian dapat berupa materi dan non-materi seperti semua jenis kebaikan yang kita keluarkan misalnya membantu orang yang dalam kesulitan, menghargai orang lain, bahkan tersenyum tulus kepada sesama. Sebaliknya, energi negatif juga dapat berupa materi dan non-materi seperti mengambil barang milik orang lain, mencela orang, nyinyir, bullying, dan bertindak diskriminatif.

“Kalau kita mengeluarkan energi positif, maka kita akan mendapatkan energi positif juga.”

Dr. Muqowim, M. Ag.

Semua energi tersebut akan dikembalikan oleh Allah persis sejumlah yang kita keluarkan. Kadang yang menerima pencairan energi tersebut bukan kita secara langsung namun keluarga dekat atau lembaga kita. Menurut Jamil Azzaini dkk dalam bukunya Kubik Leadership, pencairan energi tersebut dapat berupa harta, takhta, kata, dan cinta. Energi positif yang kita keluarkan dapat dicairkan Allah berupa rezeki lancar, usaha dimudahkan, dipromosikan jabatannya, semua kata-katanya didengar orang sebagai inspirasi, dan banyak teman. Sementara itu, energi negatif yang kita keluarkan boleh jadi akan dicairkan Allah berupa usaha bangkrut, jabatan dicopot secara tidak hormat, kata-kata yang dikeluarkan bikin masalah, dan dijauhi sahabat. Memang benar kata Allah dalam QS al-Nisa’ ayat 85, “Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Artikel ini telah diterbitkan dalam buku “Cermin Ramadhan

Yogyakarta, 31 Mei 2020

About Muqowim

Pembina Rumah Kearifan (House of Wisdom). Accredited Trainer LVE. Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

View all posts by Muqowim →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *