Pada tanggal 31 Mei 2023 Rumah Kearifan mengadakan DIKSI KITA (Diskusi Kritis, Santai dan Inspiratif untuk Kearifan Semesta) edisi special dengan tema Teologi Lingkungan. Narasumber dalam kegiatan ini adalah Dr. Budhy Munawar-Rachman (Direktur PCRP Universitas Paramadina dan dosen STF Dryarkara). Acara yang diikuti oleh sekitar 30 orang dari berbagai latar belakang Pendidikan dan agama ini dipandu oleh Direktur Rumah Kearifan, Ziadatul Husnah, M.Pd. Bertindak sebagai pengantar diskusi adalah Dr. Muqowim, pengasuh Rumah Kearifan dan dosen UIN Sunan Kalijaga. Ada dua agenda utama dalam kegiatan ini yaitu “nobar” alias nonton bareng film documenter tentang Laudato Si! dan diskusi reflektif terkait isi film dan pesan utama dari Laudato Si!
Film dokumenter terkait dengan Laudato Si berjudul The Letter: A Message for Our Earth yang diproduksi oleh Off the Fence dan Laudato Si Movement bekerja sama dengan The Vatican Dicastery of Communication dan The Vatican Dicastery for Promoting Integral Human Development. Film ini disutradai oleh Nicholas Brown yang pernah mendapatkan penghargaan Emmy dan BAFTA untuk genre film dokumenter. Film The Letter itu sendiri diluncurkan secara resmi pada tanggal 3 Oktober 2022 bertepatan dengan peringatan St. Fransiskus Assisi. Film berdurasi 1 jam 21 menit 20 detik tersebut diawali dengan sebuah kisah orang Senegal bernama Bilal Seck atau Billy yang mengungsi akibat krisis iklim. Billy mengungsi meninggalkan kampung halaman yang sudah rusak akibat naiknya permukaan air laut. Peristiwa ala mini menyebabkan warga menghadapi kehidupan yang sulit dan menghilangkan lapangan pekerjaan. Karena itu, mengungsi adalah sebuah pilihan agar kehidupan menjadi lebih baik. Faktanya, para pengungsi tersebut malah berakhir dengan bencana akibat tenggelam di lautan luas.
Merespon terhadap kondisi bumi yang semakin mengkhawatirkan dan pentingnya merawat bumi secara Bersama-sama, siapa pun yang tinggal di planet ini, maka Laudato Si dibuat. Laudato Si itu sendiri ditulis oleh Paus Fransiskus dengan judul lengkap Laudato Si Action Platform dan diluncurkan pada saat peringatan World Day of the Poor tanggal 14 November 2021. Dalam dokumen tersebut ada tujuh poin yang menjadi perhatian, yaitu Respond to The City of The Earth, Respond to The Cry of The Poor, Ecological Economics, Adoption of Sustainable Lifestyle, Ecological Education, Ecological Spirityality, dan Community Engagement and Participatory Action. Tujuh hal inilah yang dikupas secara mendalam oleh Dr. Budhy Munawar-Rachman.
Menurut Dr. Budhy Munawar-Rachman, di era sekarang pesan yang terdapat dalam Laudato Si mengingatkan semua umat manusia tentang pentingnya Teologi Lingkungan. Semua pemeluk agama harus mampu menjawab dan menawarkan solusi terhadap berbagai isu lingkungan dengan spiritualitas ajaran agama yang dianut. Ajakan Paus Fransiskus anggap saja sebagai pemantik bagi semua umat beragama tentang pentingnya membumikan nilai-nilai ajaran agama dalam menjawab persoalan lingkungan.
Munculnya kerusakan linkungan tersebut sebagian besar karena akibat perilaku sebagian manusia yang serakah sehingga mengeksploitasi alam sesuka hati tanpa mempertimbangkan keberlanjutan ke depan terutama untuk generasi mendatang. Munculnya perilaku membuang sampah seenaknya dan pemakaian plastic dalam kehidupan sehari-hari juga menjadi pemicu kerusakan dan bencana alam. Untuk itu, melalui diskusi ini, kita semua harus melakukan pertobatan akibat perilaku yang tidak tepat terhadap lingkungan.
Sementara itu, dalam kesempatan ini Dr. Muqowim mengingatkan umat Islam terkait dengan misa kekhalifahan. Menurutnya, paling tidak ada dua misi utama manusia diciptakan oleh Allah di dunia ini, yaitu “tidak boleh membuat kerusakan alam” dan “tidak boleh menumpahkan darah”. Kedua hal tersebut terinspirasi dari dialog antara Allah dan malaikat terkait dengan penciptaan manusia sebagai khalifah. Misi pertama terkait dengan pentingnya menjaga, merawat and melestarikan lingkungan, sedangkan misi kedua berkaitan dengan pentingnya membangun kehidupan yang harmonis antar sesame umat manusia. Kedua misi besar manusia ini sangat relevan dengan apa yang diinginkan oleh Paus Fransiskus dalam Laudato Si. Sejauh ini, menurut Founder Rumah Kearifan tersebut, misi manusia dalam Islam ini hanya dipahami secara normative, kurang dihayati dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Merespon terkait diskusi tentang teologi lingkungan di atas, Pendeta Boy Hutagalung yang hadir sebagai peserta diskusi, mengatakan sangat bersyukur bisa hadir dalam kegiatan yang menginspirasi perubahan lingkungan ini. Dia sangat mengapresiasi Rumah Kearifan dan orang Islam yang justru mau membaca dan mendiskusikan Laudato Si yang notabene ditulis oleh Sri Paus. Tentu saja, menurutnya, hal ini membuat orang Kristen dan Katolik seharusnya lebih bersemangat lagi untuk mengkaji dan mengimplementasikan pesan yang terkandung dalam Laudato Si tersebut. Pesan yang terkandung di dalamnya tidak boleh hanya berhenti sebagai dokumen normative tetapi harus diikuti dengan sebuah Gerakan perubahan yang lebih nyata oleh umat beragama.
Akhirnya, Ziadatul Husnah, selaku Direktur Rumah Kearifan, mengungkapkan rasa terima kasih yang tidak terhingga atas kehadiran Dr. Budhy Munawar-Rachman sebagai salah seorang intelektual terkemuka Indonesia, yang berkenan hadir di Rumah Kearifan untuk berbagi ilmu, pengalaman dan inspirasi tentang teologi lingkungan yang sangat diperlukan saat ini. Bu Zia juga mengajak kepada semua peserta diskusi agar memulai merawat dan menjaga lingkungan sesuai dengan kapasitas dan konteks masing-masing, sebab dari aspek ajaran agama, secara normatif sudah lebih dari cukup bahkan sudah lengkap. Hanya saja, dari aspek penghayatn dan pengamalan yang masih minim. Untuk itu, Gerakan yang terisnpirasi dari Laudato Si bisa dilakukan dari hal yang kecil, dari diri sendiri dan sekarang juga di tempat masing-masing, apa pun profesi yang kita tekuni.