Dr. Muqowim, M. Ag.
Rumah Kearifan (House of Wisdom)
Di era disrupsi seperti sat ini, yang mana persoalan dan tantangan berubah sangat cepat, kita dituntut untuk bertindak secara cepat dan tepat agar dapat mewujudkan tujuan hidup yang telah kita buat. Dihadapkan pada situasi yang baru seringkali membuat kita lupa dengan tujuan hidup tersebut sebab problem tersebut baru dan tidak pernah kita duga atu prediksi sebelumnya, tetapi harus segera kita selesaikan. Selain itu, kadang kita melakukan aktivitas yang tidak lagi relevan dengan tujuan hidup, bahkan saking banyaknya hal baru yang kita hadapi membuat kita lupa dengan arah yang kita tuju. Tidak mengherankan jika kadang kita merasa apa yang kita lakukan tampak monoton, “itu-itu saja”, membosankan, dan frustrasi. Hal ini terjadi sebab apa yang kita lakukan selama ini cenderung mengikuti arus perubahan, tidak punya pendirian, dan tidak fokus.
Fokus artinya apa yang kita lakukan menuju ke satu titik yang telah ditentukan sebelumnya. Apa yang terjadi jika kita berjalan tanpa tujuan yang jelas dan pasti? Perjalanan tersebut kita jalani tanpa ruh, semangat, dan energi. Kita mudah terpengaruh dan terombang-ambing oleh keadaan sekitar, apa yang kita lihat. Sebagai ilustrasi, boleh jadi kita bilangnya mau pergi ke kampus tetapi tidak pernah sampai ke kampus sebab ketika di tengah perjalanan kita mampir di tempat lain yang tidak ada hubungannya dengan kampus, misalnya ngopi di angkringan, main game di warnet atau bahkan jalan-jalan di mal. Hal ini terjadi karena “pergi ke kampus” tidak menjadi tujuan, hanya menjadi alasan untuk keluar dari rumah. Selain itu, hal ini menunjukkan tidak adanya fokus dalam melangkah, sehingga tidak ada “semangat untuk memperjuangkan” tujuan tersebut. Perjalanan kita mudah dibelokkan ke tempat yang tidak jelas.
“Fokus artinya apa yang kita lakukan menuju ke satu titik yang telah ditentukan sebelumnya.”
Dr. Muqowim, M. Ag.
Dihadapkan pada situasi tersebut yang perlu kita lakukan adalah “refocusing”, memfokuskan kembali arah perjalanan hidup sesuai dengan tujuan awal yang pernah dibuat. Karena itu, sebagaimana telah dibahas di tulisan sebelumnya, tujuan hidup yang ditulis dengan jelas menjadikan kita melangkah dengan jelas dan fokus. Semua yang akan kita lakukan dimulai dengan “self-talk”, berdialog dengan diri sendiri, apakah yang akan kita lakukan sesuai dengan tujuan atau tidak, pilihan langkah yang akan ditempuh menunjang pencapaian tujuan ataukah tidak, dan jalan yang akan dilalui sudah sesuai atau belum. Semua pikiran, tenaga, dan energi yang kita keluarkan fokus di satu titik. Titik tujuan inilah yang kita yakini dan kita perjuangkan untuk mencapainya. Apa pun permasalahan dan tantangan yang ada akan kita hadapi dan mencari solusi yang tepat.
Tantangan dan persoalan yang terjadi pada dasarnya merupakan “test” dari tujuan yang kita buat. Komitmen dan keyakinan terhadap tujuan tersebut diuji dengan rintangan. Kekuatan fokus menjadikan kita mudah mengatasi setiap tantangan dan rintangan, tidak mudah stres, frustrasi dan menyerah dengan keadaan, apalagi melupakan tujuan hidup. Hanya saja, seringkali, kita mempunyai motivasi tinggi dan “semangat 45 yang membara” ketika “mendapat suntikan motivasi” seperti pelatihan, seminar atau kuliah, namun begitu kita sudah keluar dari ruangan pelatihan dan seminar, menjumpai situasi yang “tidak terkondisikan” seperti halnya pelatihan, kita kembali ke kebiasaan lama, menjadi “so-so person”, berjalan kurang semangat dan mudah menyerah dengan keadaan. Fokus pada tujuan membuat siap menghadapi segala situasi, berkomitmen kuat untuk melangkah meskipun muncul tantangan tidak terduga, dan siap berjuang mewujudkan tujuan denagn meninggalkan zona nyaman.
Dihadapkan pada banyaknya pekerjaan yang “multitasking”, kekuatan fokus menjadikan kita mampu membuat skala prioritas, mendahulukan yang relevan dengan tujuan. Menurut Jack Canfield, “the power of focus” menjadikan kita mampu membuat peta kebutuhan diri secara tepat. Kita bisa mennetukan kapan saat yang tepat untuk istirahat dan relax. Relaksasi secara tepat merupakan bagian dari mimpi hidup, bukan karena kita tidak mempunyai pekerjaan yang harus diselesaikan. Mempunyai momen “me time” secara rutin dan terprogram merupakan bagian penting dari menghidupkan kualitas positif. Fokus juga menjadikan kita mudah melakukan self-reflection dan self-evaluation setiap hari, minggu, bulan dan tahun, terkait apa yang sudah kita lakukan dan belum kita lakukan. Kita mampu melihat pencapaian dan keberhasilan sekaligus kegagalan sehingga segera membuat resolusi baru. Dengan fokus membuat kita menghadapi segala persoalan dan tantangan secara persistent dan consistent.
Akhirnya, the power of focus menjadikan kita “follow the line” dan “walk the talk”. Kita mengikuti garis tujuan hidup yang telah dibuat dengan “passion”. Kita juga berkomitmen mewujudkan tujuan yang telah kita buat sendiri sehingga kita tidak tergolong tipe manusia NATO (no action talk only) atau “tony boster”, waton muni, ndobose banter (Jawa-red.), banyak berbicara saja tetapi tidak ada langkah nyata. Terkait dengan pentingnya fokus, Kita bisa belajar dari beberapa tokoh seperti Warren Buffet dan Alexander Graham Bell. Buffet mengatakan “the difference between successful people and really successful people say “no” to almost everything”. Kita berani mengatakan “tidak” pada sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan tujuan hidup yang kita buat. Tentu saja, kata “tidak” ini kita ungkapkan dengan cara yang asertif sehingga diterima semua pihak secara positif.
Menurut Bell, “concentrate all your thoughts on the work at hand. The sun’s ray do not burn until brought to a focus”. Fokus pada langkah menuju tujuan menjadikan kita mampu mengatasi setiap rintangan dan permasalahan. Mungkin kita pernah membaca kisah Ibnu Hajar al-Asqalany, seorang ilmuwan yang menulis karya Fath al-Bari Syarh Shahih Bukhari dan Bulugh al-Maram. Ketika belajar sering ketinggalan dengan teman-temannya karena kurang mengerti apa yang disampaikan guru sehingga dia memutuskan untuk pulang atau “droup-out”. Di sebuah goa dia melihat ada batu yang berlubang disebabkan oleh tetesan air secara terus-menerus. Batu tersebut memberikan dia inspirasi agar terus fokus dengan yang dia pelajari, maka akan menuai keberhasilan. Karena itu, dia dikenal dengan sebutan Ibnu hajar yang berarti “anak batu”. Selain pelajaran tentang fokus, kita dapat mengambil pelajaran dari air dan batu tersebut tentang arti sebuah ketekunan.