Dr. Muqowim, M. Ag
Rumah Kearifan (House of Wisdom)
Kaizen berasal dari bahasa Jepang yang terdiri dari dua yaitu kai dan zen. Kai artinya “perubahan” sedangkan zen berarti “lebih baik”. Karena itu, kaizen dapat kita artikan dengan “perubahan menuju lebih baik”. Dengan kata lain, kaizen mempunyai makna perbaikan kualitas yang dilakukan secara terus-menerus (continuous quality improvement). Kaizen dapat diterapkam untuk konteks personal, institusional, maupun sosial. Spirit yang dapat ditangkap dari kata kaizen adalah terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik dan dilakukan secara terus-menerus, artinya hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini. Sejauh ini kaizen banyak dikenal di dunia korporasi atau perusahaan, baik nasional maupun transnasional, dan di lembaga pendidikan terutama di berbagai negara maju.
“Spirit yang dapat ditangkap dari kata kaizen adalah terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik dan dilakukan secara terus-menerus, artinya hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini. ”
Dr. Muqowim, M. Ag.
Sejauh ini, ada beberapa parameter yang digunakan perusahaan yang menerapkan semangat kaizen, yaitu meningkatnya produktivitas, adanya jaminan keamanan, kualitas produk terjaga, pentingnya penghematan, terjadinya komunikasi efektif, motivasi meningkat, dan kepuasan pelanggan meningkat. Jika berbagai parameter kaizen tersebut dikaitkan dengan konteks personal, misalnya produktivitas, maka kita harus hidup lebih produktif. Produktif artinya kita harus mampu menjadi pribadi yang menghasilkan karya yang nyata misalnya buku, artikel, dan karya seni. Dalam hal keamanan, hidup kita harus terlindungi dari semua hal yang dapat merusak potensi kemanusiaan baik secara fisik, mental, sosial maupun spiritual. Munculnya banyak perundungan dalam kehidupan sehari-hari menjadi salah satu indikator belum adanya kaizen dalam diri kita.
Dengan kaizen kualitas hidup kita seharusnya selalu meningkat dari waktu ke waktu, termasuk kualitas produk yang kita hasilkan. Produk yang dimaksud di sini dapat dipahami tidak hanya secara material namun juga nonmaterial seperti pemikiran dan karakter. Kita perlu meningkatkan kualitas pemikiran, tulisan, pembicaraan, dan perilaku dari waktu ke waktu. Dalam konteks ekonomi, dengan kaizen kita dapat hidup lebih hemat, kita dapat mengontrol pengeluaran untuk sesuatu yang memang paling prioritas sesuai dengan tujuan hidup yang dibuat. Parameter yang kita gunakan dalam setiap pengeluaran adalah apakah hal ini mendukung pencapaian tujuan atau tidak sehingga kita dapat mempertanggungjawabkan setiap pengeluaran. Pengeluaran yang kita lakukan seharusnya berbasis pada kebutuhan, bukan berdasarkan keinginan.
Kaizen juga menjadikan kita sebagai pribadi yang selalu meningkat dalam kualitas berkomunikasi, terutama ketika melakukan inner-talk, komunikasi terhadap diri sendiri. Sebagian kita mungkin belum sepenuhnya menyadari bahwa sebenarnya setiap kali melangkah kita selalu berkomunikasi dengan diri sendiri atau sering disebut self-talk. Hanya saja, boleh jadi cara dan waktu self-talk yang kita lakukan berbeda-beda dalam hal gradasi, ada yang cepat ada juga yang lambat, tergantung pada aturan (rule), keyakinan (belief) dan nilai (value) yang kita miliki. Sebagai sebuah contoh sederhana, ketika memasuki ruang seminar, sebelum duduk kita sebenarnya melakukan self-talk. Kita “ngobrol dengan diri sendiri” kira-kira akan duduk di sebelah mana ya. Bagi yang self-talk-nya lama boleh jadi karena aturan, keyakinan dan nilai yang dibuat sulit diwujudkan, misalnya kita menginginkan duduk dengan orang yang sudah kita kenal padahal di ruang tersebut tidak ada teman yang kita cari.
Kita tidak segera duduk sebab kita mempunyai aturan sendiri kalau menghadiri sebuah forum ilmiah seperti seminar, yaitu “harus duduk dengan orang yang sudah dikenal”. Mengapa rule ini kita buat? Boleh jadi karena kita mempunyai keyakinan bahwa kenyamanan di forum ilmiah hanya kita dapatkan jika duduk dengan orang yang sudah dikenal. Mengapa muncul keyakinan seperti ini? Hal ini lebih didasarkan pada pengalaman di forum-forum sebelumnya selalu berdekatan dengan teman yang dikenal sehingga menjadi belief. Apakah belief ini dapat kita ubah? Bisa, asal kita mau. Kita dapat bertanya terhadap diri sendiri, apakah kenyamanan di sebuah forum ilmiah hanya dapat diperoleh dengan duduk di dekat teman? Kita harus berani melakukan perubahan dengan duduk di dekat orang yang belum dikenal. Jika hal ini membuat kita nyaman, maka keyakinan kita dapat berubah.
Indikator kaizen yang lain adalah ada tidaknya peningkatan motivasi dalam diri kita ketika beraktivitas. Sebagaimana telah dijelaskan di tulisan sebelumnya apakah kita memilih tipe manausia job, career atau calling dalam beraktifitas. Dengan kaizen, kita seharusnya meningkat dari job ke career atau calling dan dari job atau career ke calling. Tentu saja hal ini sangat dipengaruhi oleh kesadaran kita tentang tujuan dan makna hidup. Kita harus menyadari bahwa tujuan hidup yang sudah kita buat merupakan core values yang dapat kita jadikan ukuran kualitas diri apakah kita sudah berada di jalur yang tepat ataukah belum. Capaian yang selama ini kita buat dapat digunakan sebagai bahan untuk melihat ada tidaknya peningkatan motivasi dan kualitas hidup dari waktu ke waktu. Dalam konteks pendidikan, kaizen sebenarnya mengingatkan kita tentang pentingnya menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Pendidikan sepanjang hayat dapat dimaknai sebagai proses peningkatan kualitas diri, dari semua dimensi yang ada seperti jismiyyah [jasmani], ‘aqliyyah [intelektual], ijtima’iyyah [sosial] dan ruhiyyah [mental-spiritual], sepanjang hidup kita. Tidak ada kata berhenti untuk terus belajar. Dalam pendidikan perkembangan empat aspek tersebut melewati perbatasan (border) yang berbeda-beda. Tahapan perkembangan dimensi jasmani antara lain duduk, merangkah, berdiri, lari dan melompat. Aspek sosial antara lain orang tua inti, keluarga besar, tetangga, teman bermain, dan teman sekolah. Aspek intelektual antara lain mengenal, memahami, menilai, dan menganalisis. Sementara itu, aspek mental-spiritual antara lain ikut-ikutan saja, memilih dengan kesadaran, bertanggung jawab sendiri, mandiri dan menentukan sikap sendiri.
Jika kita kaitkan dengan lembaga formal, perbatasan dalam proses pendidikan antara lain ditandai dengan lulus TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK, S1, S2, S3, dan Post-Doctoral Program. Sementara itu, dalam konteks nonformal ukuran perbatasan lebih luas lagi karena tidak ada batasan usia. Bertolak dari gambaran tersebut, perbatasan tiap orang dalam belajar, baik di rumah, sekolah maupun masyarakat berbeda-beda, terlebih dengan adanya kemajuan TIK saat ini. Selama masih hidup kita harus terus mencari ilmu. Batas (limit) kita untuk berhenti mencari ilmu adalah saat kita tidak lagi bernyawa. Ada sebuah hadis “uthlubul-‘ilma-minal-mahdi-ilal-lahdi”, learning from the cradle to the grave, dari ayunan sampai liang lahad. Kaizen menyadarkan kita untuk menjadi pembelajar sejati, selalu meningkatkan kualitas diri secara terus-menerus.