Perjelas Tujuan Hidup Anda!

Dr. Muqowim, M. Ag.
Rumah Kearifan (House of Wisdom)
Kesadaran membuat kita “tahu diri” tentang siapa kita dari semua dimensinya. Kesadaran mengantarkan kita mempunyai peta diri (self-mapping) terkait apa yang sudah kita miliki dan apa yang belum kita miliki, apa kelebihan dan apa kelemahan kita. Kesadaran juga membuat kita tahu apakah kita sudah berjalan sesuai dengan on the right track ataukah belum. Dengan kesadaran ini juga kita lebih memahami apakah kita sudah mempunyai tujuan hidup yang jelas ataukah belum. Jika tujuan hidup kita belum jelas saatnya memperjelas tujuan tersebut, membuat resolusi dan mimpi apa yang akan kita lakukan di masa depan. Kejelasan tujuan hidup menjadikan jalan yang akan ditempuh menjadi jelas dan terarah. Semakin jelas tujuan hidup kita, semakin fokus langkah yang akan dibuat. Karena itu, tujuan hidup dapat kita jadikan sebagai titik tujuan sekaligus titik keberangkatan. Sebagai titik tujuan artinya energi yang kita keluarkan menuju ke arah yang jelas, sedangkan titik keberangkatan menjadikan kita mudah menilai keberhasilan tentang langkah yang sudah diambil apakah berhasil ataukah gagal.

Kesadaran membuat kita “tahu diri” tentang siapa kita dari semua dimensinya.

Dr. Muqowim, M. Ag.

Terkait dengan tujuan yang akan kita raih di masa depan, ada sebuah local wisdom yang berasal dari suku Bugis, Sulawesi, yang dikenal sebagai penjelajah di lautan bebas, yaitu “sebelum berangkat tiba dulu, sebelum mulai selesai dulu”. Ungkapan tersebut menggambarkan adanya visualisasi tentang tujuan akhir yang telah kita tetapkan. Ada titik akhir keberhasilan yang kita bayangkan, meskipun faktanya kita belum melangkah secara fisik. Ungkapan ‘sebelum mulai selesai dulu’ menggambarkan kondisi keberhasilan dari target yang telah kita buat meskipun pekerjaan belum kita mulai. Sementara itu, ungkapan ‘sebelum berangkat tiba dulu’ menegaskan titik akhir yang kita rencanakan sudah berhasil dicapai (melalui visualisasi) meskipun faktanya kita belum melangkah. Kearifan lokal Bugis tersebut menunjukkan adanya sebuah keyakinan terhadap mimpi atau cita-cita yang telah kita buat. Dengan membayangkan titik akhir yang penuh keberhasilan ini kita akan melangkah lebih yakin dan pasti daripada merasa ragu dengan tujuan akhir kita.

Kearifan lokal tersebut mengingatkan kita pada sebuah penelitian di Amerika Serikat tentang relasi antara mimpi (dream) dan keberhasilan seseorang. Menurut penelitian ini ada empat kategori manusia, yaitu orang yang sangat sukses, orang yang sukses, orang yang biasa saja, dan orang yang gagal. Kategori orang sangat sukses berjumlah 3%, kategori orang sukses sebanyak 10%, kelompok orang biasa saja sejumlah 60%, dan kelompok orang gagal sebanyak 27%. Empat kelompok orang tersebut dilacak mundur tentang apa yang mereka lakukan 10 tahun sebelumnya. Berdasarkan riset longitudinal (longitudinal research) ditemukan bahwa kelompok yang pertama (sangat sukses) sebab sepuluh tahun sebelumnya mempunyai mimpi yang ditulis dengan sangat jelas, kelompok kedua (sukses) sepuluh tahun sebelumnya mempunyai mimpi yang jelas tetapi tidak ditulis, kelompok ketiga (biasa saja) mimpinya tidak jelas atau berubah-ubah pada sepuluh tahun sebelumnya, sedangkan kelompok keempat (gagal) tidak punya mimpi sama sekali.

Untuk lebih memahami hasil riset tersebut dalam konteks sehari-hari, coba kita bayangkan ada empat orang, sebut saja Alfa, Beta, Cita, dan Delta. Keempat orang tersebut akan pergi ke suatu tempat, misalnya, Plaza Serba Ada (PSA). Karena kondisinya baru mau pergi, maka Plaza Serba Ada masih menjadi masa depan (future). Bayangkan orang pertama, Alfa, mempunyai tujuan sangat jelas dan ditulis, Beta mempunyai tujuan jelas tapi tidak ditulis, Cita tujuannya berubah-ubah atau tidak jelas, sedangkan Delta tidak mempunyai tujuan sama sekali. Apa yang akan terjadi dengan empat orang tersebut ketika sampai ke Plaza? Alfa pada akhirnya berhasil meraih tujuan dengan cepat karena jelas apa yang harus dilakukan ketika sampai di Plaza. Beta berhasil tetapi memerlukan waktu lebih lama karena boleh jadi perlu mengingat meskipun sejenak tentang apa yang akan dilakukan di Plaza tersebut. Cita menjadi orang yang biasa saja karena dia tidak punya prioritas tentang apa yang akan dilakukan atau dibeli di tempat tersebut sebab tujuannya tidak jelas. Boleh jadi dia akan membeli sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Sementara itu, Delta akan gagal ketika sampai di Plaza sebab dia ke tempat tersebut tidak mempunyai tujuan, sehingga di pusat perbelanjaan ini dia mengalami kebingungan karena tidak tahu apa yang akan dilakukan.

Jelas tidaknya tujuan yang kita buat pada dasarnya tergantung pada kesadaran tentang siapa kita. Kesadaran inilah yang membuat kita merumuskan masa depan sedetil mungkin. Tentu saja hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman yang telah kita refleksikan secara sadar menjadi sebuah gagasan yang menggerakkan perubahan di masa depan. Kita tidak mungkin memvisualisasikan masa depan melalui tujuan hidup jika tidak ada file dalam pikiran kita. Sebagai sebuah ilustrasi sederhana, mungkinkah kita mengatakan dan menulis kata Malioboro jika di dalam pikiran kita tidak ada file tentang Malioboro. Kita akan mengatakan, menuliskan dan bahkan pergi ke salah satu ikon Yogyakarta ini hanya jika ada file tentang Malioboro yang masuk ke pikiran kita baik melalui proses membaca, mendengar atau mengalami langsung. Pengetahuan dan pengalaman kita tentang Malioboro inilah yang kita refleksikan menjadi sebuah ide, insight atau inspirasi yang menggerakkan kita menuju tempat ini. Dari refleksi tersebut kita jadi tahu keistimewaan tempat ini dibandingkan dengan tempat-tempat lainnya. Karena itu, kemampuan merefleksikan apa yang kita ketahui dan alami menjadi salah satu penentu kejelasan hidup kita di masa depan sesuai dengan pilihan masing-masing.

About Muqowim

Pembina Rumah Kearifan (House of Wisdom). Accredited Trainer LVE. Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

View all posts by Muqowim →